Showing posts with label Tokoh. Show all posts
Showing posts with label Tokoh. Show all posts

Tiang Penyangga Sosrobahu

14 December 2010

Satu lagi penemu Indonesia yang sudah terkenal namanya di dunia. Dan karyanya sudah banyak menghiasi jalan-jalan layang di luar negeri sono. Siapa dia? Inilah artikelnya...

Di kalangan orang-orang teknik sipil atau arsitek, teknik sosrobahu sudah barang tentu akrab di telinga. Teknik Sosrobahu merupakan teknik konstruksi yang digunakan terutama untuk memutar bahu lengan beton jalan layang. Dengan teknik ini, lengan jalan layang diletakkan sejajar dengan jalan di bawahnya, selanjutnya diputar 90 derajat sehingga pembangunannya tidak mengganggu arus lalu lintas di jalanan di bawahnya.

Teknik ini banyak diterapkan di jalan layang, baik di Indonesia maupun di luar negeri, seperti Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapura. Penemunya adalah orang Indonesia, yakni Ir. Tjokorda Raka Sukawati.

Sekira 1980-an akhir koran-koran nasional ramai mengabarkan pembangunan jalan tol dari Cawang ke Tanjung Priok, yang memiliki panjang total kurang lebih 16,5 Km. Pembangunan jalan ini tak berlangsung mulus. Kendala utamanya ada pada teknik konstruksi konvensional yang digunakan. Jika dipakai secara paksa teknik tersebut akan menambah macet arus lalu-lintas yang sibuk dan memiliki banyak persimpangan. 


Bayangkan saja, tiang horisontalnya saja yang hendak dibangun bisa mencapai ukuran 22 meter, nyaris sama lebarnya dengan jalan by pass itu sendiri. Tentunya hal ini bertentangan dengan tujuan dibuatkannya jalan tol yang memang diset untuk mengatasi kemacetan. Alternatif lain yang diusulkan adalah memakai metode gantung, macam yang dilakukan di Singapura. Sayangnya apabila teknik ini yang dipakai, faktor biaya yang jauh lebih mahal yang menjadi kendalanya.

Adalah Ir. Tjokorda Raka Sukawati yang berhasil memecahkan persoalan ini dengan menciptakan tiang pancang yang diberinya nama Sosrobahu. Ir. Tjokorda lahir di Ubud, Bali. Gelar insinyurnya didapatkan dari sekolah di Departemen Sipil di Institut Teknologi Bandung (ITB). Karirnya dimulai saat ia masuk di perusahaan PT Hutama Karya hingga ia menjabat menjadi direktur perusahaan tersebut.

Kisah penemuan ini bermula di garasi mobil. Suatu hari Tjokorda hendak membetulkan mobil mercedes buatan tahun 1974-nya yang rusak. Ia memompa dongkrak hidrolik untuk mengangkat roda depan. Tetapi karena keadaan garasinya yang agak miring dan pembantunya hanya mengganjal satu ban belakang mobil tanpa menarik rem tangan, ditambah ceceran tumpahan oli. Begitu mobil itu tersentuh, badan mobil berputar dengan sumbu batang dongkrak. Kejadian itu memantik bohlam ide di dalam kepalanya. Hari itu ia urung memperbaiki mobilnya.

Satu hal yang ia catat, dalam ilmu fisika dengan meniadakan gaya geseknya, benda seberat apa pun akan mudah digeser. Ia juga ingat bahwa pompa hidrolik bisa dipakai untuk mengangkat benda berat dan bila bertumpu pada permukaan yang licin, benda tersebut mudah digeser. Bayangan Tjokorda adalah menggeser lengan beton seberat 480 ton itu.

Kemudian Tjokorda membuat percobaan dengan membuat silinder bergaris tengah 20 cm yang dibuat sebagai dongkrak hidrolik dan ditindih beban beton seberat 80 ton. Hasilnya bisa diangkat dan dapat berputar sedikit tetapi tidak bisa turun ketika dilepas. Ternyata dongkrak tersebut miring posisinya. Tjokorda kemudian menyempurnakannya. Posisinya ditentukan persis di titik berat lengan beton di atasnya.

Untuk membuat rancangan yang pas, dasar utama Hukum Pascal yang menyatakan: "Bila zat cair pada ruang tertutup diberikan tekanan, maka tekanan akan diteruskan segala arah". Zat cair yang digunakan adalah minyak oli (minyak pelumas). Bila tekanan P dimasukkan dalam ruang seluas A, maka akan menimbulkan gaya (F) sebesar P dikalikan A. Rumus itu digabungkan dengan beberapa parameter dan memberikan nama Rumus Sukawati, sesuai namanya. Rumus ini orisinil idenya karena sampai saat itu belum ada buku yang membahasnya sebab memang tidak ada kebutuhannya.


Dari situ, selanjutnya ia memadukan hukum gesekan untuk memutar beban dengan hukum pascal untuk mengangkat beban. Lantas ia minta dibikinkan modelnya oleh seseorang dan… berhasil! Dilakukanlah pengujian dengan beban berbobot 85 ton hingga 180 ton. Berhasil lagi! Dia pun berhasil membuat alat putar silinder yang mengguncang dunia teknologi konstruksi.

Penemuannya ini langsung diterapkan pada proyek jalan layang yang sedang ditanganinya. Jadinya tiang penyangga jalan yang sudah kering dan dibangun sejajar ruas jalan lantas diputar 90 derajat melintang jalan. Caranya sepasang piringan baja berdiameter 80 sentimeter, dipasang di bawah tiang penyangga, usai tiang tersebut kering, di dalamnya dipompakan automatic transmission fluid (ATF) atau oli pelumas sebanyak 78,05 kg/cm2. Dengan teknik ini tiang penyangga yang bobot kepalanya mencapai 480 ton dengan mudah bisa diputar. 


Dan jalan layang tol Cawang-Tanjung Priok itu sebagai flyover pertama di dunia yang memakai teknik “pemutaran kepala tiang penyangga jalan terbang”. Meski presiden (Soeharto) dan petinggi pemerintahan negeri ini waktu itu sudah menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, pada pemasangan ke-85 awal November 1989. Tetapi, Direktur Jenderal Hak Cipta Paten dan Merek baru mengeluarkan patennya pada 1995. Tiga tahun lebih lama dibanding Jepang yang memberinya pada 1992. Dua negara lain yang juga memberi paten adalah Malaysia dan Filipina.

Sekarang teknologi Sosrobahu sudah diekspor ke Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapura. Salah satu jalan layang terpanjang di Metro Manila, yakni ruas Vilamore-Bicutan, memakai teknik yang merupakan buah karya teknik ciptaan Tjokorda. Di Filipina teknologi Sosrobahu diterapkan untuk 298 tiang jalan. Sedangkan di Kuala Lumpur sebanyak 135. Ketika teknologi Sosrobahu diterapkan di Filipina, Presiden Filipina Fidel Ramos berujar, "Inilah temuan Indonesia, sekaligus buah ciptaan putra ASEAN".

Dan menurut rencananya teknik ini akan dikembangkan versi 2-nya. Jika versi pertama memakai jangkar baja yang disusupkan ke beton, maka versi 2-nya hanya memasang kupingan yang berlubang di tengah. Lebih sederhana dan bahkan hanya memerlukan waktu kurang lebih 45 menit dibandingkan dengan yang pertama membutuhkan waktu dua hari. Dalam hitungan eksak, konstruksi Sosrobahu mampu bertahan sampai 100 tahun (1 abad).[]
Continue Reading...

Beton Polimer yang Ramah Lingkungan

24 October 2010

Beton dalam pengertian umum adalah campuran bahan bangunan berupa pasir dan kerikil atau koral kemudian diikat semen bercampur air. Tetapi, tanpa menggunakan semen Prof Ir H Djuanda Suraatmadja melakukan penelitiannya sampai akhirnya terciptalah bahan bangunan baru yang disebut beton polimer. Hasilnya? "Ternyata cukup bagus dan sampai sekarang tidak pernah ada keluhan," kata Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Rektor Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung itu mengungkapkan berbagai uji coba lapangan sekaligus implementasi hasil temuannya.

Ide dasar penelitian beton polimer pada awalnya berdasarkan pemikiran ingin mencari beton yang dalam hal-hal tertentu memiliki sifat lebih baik dari beton semen. Ternyata dari literatur diketahui, polimer memiliki sifat seperti semen.

Polimer adalah suatu zat kimia yang terdiri dari molekul-molekul yang besar dengan karbon dan hidrogen sebagai molekul utamanya. "Bahan polimer berasal dari limbah plastik yang didaur ulang, kemudian dicampur dengan bahan kimia lainnya," kata penerima Piagam Penghargaan Menteri Pengawasan Lingkungan Hidup (1983) itu. Penggunaan bahan tersebut sekaligus bertujuan memanfaatkan limbah plastik, di samping mencari alternatif pengganti semen. "Ketika itu harga semen masih melonjak-lonjak," katanya dengan tutur kata halus.

Berkat ketekunan dan kegigihannya, penelitiannya yang dilakukan sejak tahun 1975 dengan berbagai uji coba di Laboratorium Struktur dan Bahan serta laboratorium lainnya di ITB dan LIPI akhirnya membuahkan hasil. Hasil penemuan tersebut sekaligus menarik perhatian ilmuwan dan para industriawan mengingat beberapa keistimewaan dan sekaligus kelebihan beton polimer dibanding beton semen.

Tahun 2000, Prof Ir H Djuanda Suraatmadja menerima penghargaan Anugerah Kalyanakretya pada Hari Kebangkitan Teknologi Nasional V yang dicanangkan Presiden Abdurrahman Wahid di Bandung.

BETON polimer memiliki sifat kedap air, tidak terpengaruh sinar ultra violet, tahan terhadap larutan agresif seperti bahan kimia serta kelebihan lainnya. Yang lebih istimewa lagi, beton polimer bisa mengeras di dalam air sehingga bisa digunakan untuk memperbaiki bangunan-bangunan di dalam air.

Satu-satunya kelemahan yang hingga kini belum teratasi adalah harga beton polimer masih belum bisa lebih rendah dibanding beton semen, kecuali untuk daerah Irian Jaya, di mana harga semen sangat mahal. Karena itu, beton polimer selama ini lebih banyak digunakan untuk rehabilitasi bangunan yang rusak.

Perbaikan kubah clinker storage PT Semen Padang yang retak antara 0,01 sampai 5 mm akibat tertimpa crane dilakukan dengan menginjeksi bahan polimer JDB-01 Grout. Bahan serupa diberikan untuk perbaikan rotary kiln PT Tonasa IV yang retak pada pondasinya. Sementara perbaikan prilling tower PT Multi Nitrotama Kimia di lingkungan pabrik natrium nitrat di Dawuan, Cikampek, yang rusak akibat agresi bahan kimia tersebut, dilakukan dengan bahan polimer JDB-05 Coat. "Sampai sekarang masih tetap baik dan tidak ada keluhan," kata penerima Piagam Penghargaan Teladan Menteri PU (1992) dan Tanda Kehormatan "Satyalencana Karya Satya XXX tahun" itu.

JDB-01 Grout dan JDB-05 Coat merupakan dua dari enam jenis bahan polimer hasil penelitiannya yang sudah dipatenkan dengan judul Beton Polimer untuk Perbaikan Struktur Beton dengan nomor paten P-981069. Empat jenis bahan polimer lainnya yang sudah dipatenkan adalah JDB-02 Seal, JDB-03 Bond, JDB-04 Prepack dan JDB-06 Shot. JDB merupakan singkatan dari penemunya, Djuanda dibantu dua mahasiswa yang menjadi rekannya dalam penelitian, Dicky dan Budi. Masing-masing jenis polimer tersebut memiliki sifat dan kegunaan berbeda. JDB-01 Grout, misalnya, merupakan bahan untuk pekerjaan grouting (pelapisan untuk menutupi celah). Sedangkan JDB-02 Seal merupakan bahan pelapis/penutup retakan pada pekerjaan grouting.

Untuk merekatkan dua permukaan digunakan polimer JDB-3 Bond yang memiliki daya adesi tinggi. Sedangkan untuk beton prepack digunakan JDB-04 Prepack. Sedangkan JDB-05 Coat digunakan untuk pelapis dinding, lantai dan permukaan struktur bangunan lainnya dari gesekan atau agresi. Polimer JDB-06 Shot merupakan bahan untuk pekerjaan shotcrete.

Keenam jenis polimer tersebut, selama ini masih diproduksi secara terbatas dan hanya berdasarkan pesanan. Walaupun ia mengakui tidak memiliki modal, tetapi ia belum bersedia menjual hak patennya. Dalam kesibukannya sebagai Rektor Itenas dan Dekan Fakultas Teknik Universitas Siliwangi (Unsil) di Tasikmalaya, ia masih menyisihkan waktunya untuk melakukan penelitian. "Saya masih ingin mengembangkan lagi," katanya mengemukakan alasan.

Lahir dari keluarga guru di Bandung, 3 Januari 1936, setamat dari Fakultas Teknik Sipil ITB (1960) Djuanda menjadi pegawai Pekerjaan Umum Jabar. Setelah enam bulan, ia kembali ke kampusnya karena kecewa. "Gambar-gambar yang saya buat tidak pernah direalisir," ujarnya.

Anak kedua dari 12 bersaudara itu akhirnya memutuskan mengikuti jejak orangtuanya. Ayahnya, Otong Suraatmadja, adalah mantan Direktur SMA I Bandung, dan ibunya, Ny Kamidah Atmadidjaja, pernah menjadi guru Sekolah Kepandaian Puteri (SKP) di Sumedang. Kariernya di ITB diawali sejak tahun 1960 sebagai asisten ahli. Ia pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (1977-1981) dan Kepala Program S2 STJR-ITB (1982-1992). Ayah tiga anak dari perkawinannya dengan Ny Hj Anny Sumarni M Ranusadjati itu banyak melakukan penelitian, di samping tidak kurang dari 24 karya tulis dengan delapan di antaranya disampaikan di luar negeri serta 16 karya teknologi yang sebagian besar merupakan konstruksi beton. Tahun 1971 dan tahun 1982 ia mengikuti pendidikan di The University of New South Wales, Australia, dan University California, Amerika Serikat, setelah sebelumnya di Purdue University selama dua tahun.

Selama itu ia juga banyak melakukan penelitian. Karya-karya penelitiannya yang umumnya telah diseminasikan dalam bentuk Standar Nasional yang dapat berguna bagi masyarakat luas. Yaitu dalam bentuk Peraturan Dinas Nomor 10 tentang Jalan Rel Indonesia, SNI Uji Tarik Langsung Material Beton pada tahun 1997, dan SNI Tata Cara Pemakaian Beton Polimer untuk Perbaikan dan Penguatan Struktur Beton pada tahun 1998.
Karya lainnya yang sekaligus merupakan penemuannya yang terbaru adalah pemanfaatan cooper tailling yang merupakan limbah PT Freeport di Irian Jaya yang selama ini terbuang percuma, bahkan menjadi masalah lingkungan.

Cooper tailling berbentuk seperti pasir namun kurang baik jika digunakan sebagai bahan konstruksi beton semen. Sebaliknya bahan tersebut cukup baik untuk campuran beton polimer sehingga bisa menciptakan peluang wirausaha baru dalam produksi dan aplikasi beton polimer. Namun, ahli beton itu menyayangkan kerja sama ITB dengan PT Freeport terhambat karena situasi keamanan di wilayah tersebut.[]
Continue Reading...

Albert Einstein, Si Autis yang Jenius

21 October 2010

INI UNTUK MENGINSPIRASI PARA PENEMU DI INDONESIA

“Albert, kamu bodoh sekali. Kamu tak bakalan jadi orang nanti.”

Einstein mendapat ide membangun teori relativitas tahun 1905. Pikirannya gusar menerjemahkan ide itu. Ide ini berasalah dari masalah optik pada benda-benda yang bergerak. Cahaya merambat dalam lautan ether dan bumi bergerak dalam ether yang sama. Oleh karena itu gerakan ether haruslah dapat diamati dari bumi.

Namun, Einstein tidak pernah menemukan satu bukti pengamatan aliran ether tersebut di dalam literatur fisika. Ia sangat terdorong untuk membuktikan aliran ether relatif terhadap bumi, dengan kata lain gerakan bumi di dalam ether. Pada saat itu, ia sama sekali tidak meragukan eksistensi ether serta gerakkan ether tersebut.

Sebenarnya, ia mengharapkan kemungkinan pengamatan pada perbedaan antara kecepatan cahaya yang bergerak searah dengan gerakan bumi dan cahaya yang bergerak berlawanan (dengan bantuan pantulan cermin). Ide tersebut dapat direalisasi dengan menggunakan sepasang termokopel untuk mengukur perbedaan panas atau energi mereka. Ide ini mirip dengan eksperimen interferensi Albert Michelson, namun saat itu Einstein tidak begitu familiar dengan eksperimen Michelson. Ia berkenalan dengan hasil-nihil (null-result) eksperimen Michelson saat ia masih mahasiswa dan sejak saat itu ia sangat terobsesi dengan idenya.

Secara intuisi Einstein merasakan bahwa jika kita menerima hasil-nihil tersebut maka ia akan mengantarkan kita pada satu kesimpulan bahwa pandangan kita tentang bumi yang bergerak di dalam ether adalah salah. Ini adalah langkah pertama yang menarik Einstein ke arah teori relativitas khusus. Sejak saat itu, Einstein mulai yakin bahwa jika bumi bergerak mengelilingi matahari maka gerakannya tidak pernah dapat dideteksi dengan eksperimen yang menggunakan cahaya.”

Tahun 1895, Einstein membaca makalah Hendrik Lorentz yang mengklaim bahwa ia dapat memecahkan problem elektrodinamika seutuhnya melalui pendekatan pertama, yaitu suatu pendekatan di mana pangkat dua atau lebih dari rasio antara kecepatan benda dan kecepatan cahaya diabaikan. Setelah itu, Einstein mencoba mengembangkan argumen Lorentz pada hasil eksperimen Armand Fizeau dengan mengasumsikan bahwa persamaan gerak elektron, sebagaimana telah dibuktikan Lorentz, berlaku dalam sistem koordinat baik yang mengacu pada benda bergerak maupun pada vakuum. Ia yakin dengan keabsahan elektrodinamika yang disusun oleh Maxwell dan Lorentz dania sangat yakin bahwa mereka dengan tepat menjelaskan fenomena alam yang sebenarnya. Lebih-lebih pada fakta bahwa persamaan yang sama berlaku dalam sistem koordinat bergerak serta sistem vakuum, jelas memperlihatkan sifat invarian (tidak berubah) cahaya. Walau demikian, kesimpulan ini bertentangan dengan hukum komposisi kecepatan yang dianut saat itu. Mengapa kedua hukum dasar ini bertentangan satu sama lain? Masalah besar ini membuat Einstein berpikir keras. Ia harus menghabiskan setahun penuh dengan sia-sia dalam mengeksplorasi kesempatan memodifikasi teori Lorentz.

“Masalah ini terlihat terlalu berat untuk saya!”

Suatu hari, sebuah percakapan dengan teman Einstein di Bern membantu Einstein memecahkan masalah besar ini. Einstein mengunjunginya pada hari yang cerah, dan bertanya padanya, “Saat ini, saya sedang dihadapkan pada masalah besar yang saya kira tidak pernah dapat diselesaikan. Sekarang saya ingin membagi masalah ini dengan Anda.”

Saya menghabiskan berbagai diskusi dengannya. Tiba-tiba saya mendapatkan ide yang sangat penting. Esoknya Einstein mengatakan kepadanya, “Terimakasih banyak. Saya telah memecahkan seluruh masalah saya.”

Dan… Einstein menemukan teori relativitasnya yang terkenal itu…
SI BODOH YANG GEMAR FISIKA DAN MATEMATIKA
Lahir di Ulm di Württemberg, Jerman, Einstein masih memiliki garis keturunan Yahudi ini menikah di Stuttgart-Bad Cannstatt. Bapaknya, Hermann Einstein, adalah pedagang ranjang bulu yang kemudian beralih profesi di bidang elektrokimia, dan ibunya, Pauline.
Siapa sangka, orang paling jenius di muka bumi abad ke-19 dan ke-20 ini adalah orang bodoh. Setidaknya begitulah anggapan banyak orang tentangnya saat ia masih kecil.

Bayangkan saja, Albert cuma kuat sekolah tiga bulan sejak dimasukkan ke sekolah Katolik. Ia dikeluarkan. Gurunya menganggap Albert bodoh dan lambat, sehingga tidak layak diperjuangkan di sekolah. Bahkan, sang guru mengatakan hal yang sangat menyakitkan. “Albert, kamu bodoh sekali. Kamu tak bakalan jadi orang nanti.” Di sekolah, ia hanya tertarik pada fisika dan matematika dan tidak menyukai hapalan dan kerap membuat onar menantang tata tertib.

Kebodohan Albert memang beralasan. Ia sudah mengidap penyakit dsylexia (suatu penyakit yang mengakibatkan seseorang kesulitan untuk belajar) serta autisme (suatu penyakit yang membuat kelakuan seseorang aktif dan sulit dikontrol).

Namun, di saat yang bersamaan sifat-sifat luar biasanya sudah tampak. Ketika usianya lima tahun, ayahnya menunjukkan kompas kantung. Einstein menyadari bahwa sesuatu di ruang yang "kosong" ini beraksi terhadap jarum di kompas tersebut. Dia menjelaskan pengalamannya ini sebagai salah satu saat paling menggugah dalam hidupnya.

DI LUARLAH PENDIDIKAN SESUNGGUHNYA
Keluar dari sekolah bukanlah akhir dari segalanya bagi Einstein. Ia lantas berdagang koran di gerbong-gerbong kereta api sambil membaca tiap-tiap artikel yang menarik untuk dirinya. Sampai-sampai ia mendapat perlakuan kasar dari petugas gerbong kereta api.

Namun, ia kembali bersekolah dan mengeyam bangku kuliah di di Swiss Institute of Technology di Zurich. Di sini, ia dikenal sebagai mahasiswa cerdas yang pemalas. Cap itu berlaku sampai ia lulus kuliah. Selulusnya kuliah Einstein ditolaki semua universitas yang ada di Swiss karena sifatnya ini. Akhirnya, ia bekerja di kantor paten.

Di sini, ia Einstein menilai aplikasi paten penemu untuk alat yang memerlukan pengetahuan fisika. Dia juga belajar menyadari pentingnya aplikasi dibanding dengan penjelasan yang buruk, dan belajar dari direktur bagaimana “menjelaskan dirinya secara benar”. Dia kadang-kadang membetulkan desain mereka dan juga mengevaluasi kepraktisan hasil kerja mereka.

Albert Einstein, salah satu tokoh paling jenius yang ada di muka bumi abad ke-19 dan abad ke-20. Dengan teori relativitasnya, ia mengubah dunia fisika untuk selamanya.[]
Continue Reading...

Thomas Alfa Edison, Penemu dengan Rekor Temuan Terbanyak

INI UNTUK MENGINSPIRASI PARA PENEMU DI INDONESIA

“Anak saya, Tommy, bukan anak bodoh. Saya sendiri yang akan mendidik dan mengajar dia!”

“Tommy, anak ibu, sangat bodoh. Kami meminta ibu untuk mengeluarkannya dari sekolah.”
Demikian sepenggal tulisan yang tertera di secarik surat. Surat itu buatan seorang guru yang mengajar Tommy. Samber geledek Nancy Matthews Elliott membaca surat tanpa tedeng aling-aling itu yang dibawa anaknya. Hatinya mencelos. Namun, sejurus kemudian hatinya terkepal, terus mengeraskan. Ia pun bergumam, sambil meremas surat itu, “anak saya, Tommy, bukan anak bodoh. Saya sendiri yang akan mendidik dan mengajar dia!”


Kata-kata itu bukan kata-kata biasa, melainkan doa mujarab yang diucapkan seorang ibu untuk anaknya. Tiga dasawarsa kemudian, tepatnya 1879, ketika usianya beranjak 32 tahun dunia tak lagi mengalami kegelapan di waktu malam. Karena, orang yang dianggap bodoh saat cilik itu telah menciptakan bohlam lampu pijar. Namanya bocah cilik itu adalah Thomas Alva Edison.


SI TULI YANG ANEH

Lahir di Milan, Ohio, Amerika Serikat, 11 Februari 1847, Thomas Alva Edison merupakan salah seorang yang menderita gangguan pendengaran. Pendengarannya nyaris tuli. Dalam buku diarinya, Edison menulis, “Saya tidak pernah mendengar nyanyian sejak usia 12 tahun.” Tidak jelas apa yang menjadi penyebabnya, mungkin akibat pukulan yang dilakukan oleh masinis keretaapi, karena di usia yang sama ia berjualan koran di gerbong-gerbong kereta api. Tapi, beberapa pendapat menyatakan ia sudah menderita gangguan pendengaran sejak kecil.

Anak bungsu dari tujuh bersaudara pasangan Samuel Ogden dengan Nancy Elliot ini berbeda dari anak-anak kebanyakan. Tak ada keanehan yang terjadi pada proses kehamilan dan kelahirannya. Namun, seiring pertumbuhannya, Tommy – panggilan Thomas Alva Edison – semakin terlihat perbedaannya. Apakah Anda pernah membayangkan anak Anda mengerami telur ayam? Tentu saja, Anda akan mengira itu perbuatan aneh dan tolol. Aneh, karena kita tidak biasa melihatnya atau karena kita tidak bisa mengikuti cara berpikirnya? Tapi, begitulah kelakuan Tommy. Antara aneh dan tolol. Ketololan ini tambah parah saat usianya tujuh tahun. Ketika itu, Tommy sudah masuk sekolah. Namun, tiga bulan kemudian sang guru angkat tangan menghadapi kelakuan Tommy yang aneh dan tolol itu. Ia mengembalikan Tommy ke tangan Nancy bersama secarik surat.

Tommy beruntung, Nancy, ibunya orang yang bijak. Bukan orang yang malah ikut-ikutan mencap anaknya tolol dari sudut pandang orang lain. Nancy yang juga berprofesi sebagai seorang guru berteked keras untuk mengajar Tommy membaca, menulis, dan berhitung. Dan akhirnya, Tommy kecil bisa juga menyerap apa yang diajarkan ibunya.

Seperti kebiasaan orang yang baru bisa sesuatu yang girang bukan alang kepalang. Tommy pun jadi amat gemar membaca. Dibacainya berjenis-jenis buku, berjilid-jilid ensiklopedi. Tanpa bosan ia juga membaca buku sejarah tentang Inggris dan Romawi, Kamus IPA karangan Ure, dan Principia karangan Newton, dan buku Ilmu Kimia karangan Richard G. Parker. Ini yang menjadikan Thomas bukan anak biasa.


PEDAGANG KORAN SEKALIGUS EKSPERIMENT

Tahun 1859, saat usianya beranjak 12 tahun, Thomas mulai memahami keadaan orang tuanya yang miskin. Seperti keadaan anak di zamannya, Thomas mulai membantu orang tuanya mencari duit. Ia jualan koran di gerbong-gerbong kereta api. Yang berbeda dari orang kebanyakan, di dalam kereta – dalam kondisi yang serba terbatas – Thomas melakukan eksperimen-eksperimen kecilnya. Ini yang tidak dikeluhkan Thomas Alva Edison, keterbatasan sarana dan prasarana yang mendukung dirinya untuk berkembang.

Suatu ketika, Thomas melakukan kesalahan dalam eksperimen kecilnya. Cairan kimia tumpah mengakibat gerbong hampir terbakar. Kondektur amat marah dan menamparnya. Berangkat dari kebiasaannya bereksperimen kecil-kecilan, Thomas makin gandrung dengan dunia eksperimen. Pikiran dan imajinasinya tentang dunia yang lebih baik pun berkembang.


MENERANGI GELAP MALAM DENGAN INDAH

Satu per satu eksperimen-eksperimen yang dilakukan Thomas Alva Edison berhasil diwujudkan menjadi penemuan-penemuan yang membantu umat manusia sampai sekarang. Sebutlah misalnya, telegraf (1870) yang mampu menetak pesan-pesan di atas kertas yang panjang, gramofon (1877) proyektor (1879). Uang yang berhasil diperolehnya dari penemuan telegraf digunakan untuk mendirikan perusahaan sendiri. Tahun 1874, bengkel ilmiah yang besar dan pertama didirikan oleh Thomas di Menlo Park, New Jersey. Selanjutnya, di sana ia mewujudkan penemuan-penemuan yang lain yang tak kalah pentingnya.

Penemuannya di bidang kemiliteran juga tak kalah canggihnya. Ia banyak membantu bidang pertahanan pemerintahan Amerika Serikat. Beberapa penelitiannya antara lain: mendeteksi pesawat terbang, menghancurkan periskop dengan senjata mesin, mendeteksi kapal selam, menghentikan torpedo dengan jaring, menaikkan kekuatan torpedo, kapal kamuflase, dan masih banyak lagi.

Tahun 1882, ia memasang lampu-lampu listrik di jalan-jalan dan rumah-rumah sejauh satu kilometer di kota New York. Ini merupakan kali pertamanya di dunia lampu listrik dipakai di jalan-jalan. Dan sejarah mencatatnya sebagai peristiwa paling mengagumkan di muka bumi. Pada usianya yang ke-84 tahun, Thomas Alva Edison menutup mata untuk selamanya. Rekor penemuannya sebanyak 1.093 yang dipatenkan atas namanya belum terkalahkan. Tommy yang bodoh kini dikenang orang sebagai tokoh pencipta paling produktif pada masanya. Terbukti, kebodohan bukanlah halangan seseorang untuk menjadi lebih baik. (Lilih Prilian Ari Pranowo)
Continue Reading...

Marmer Buatan Karya Warsimi Adiwarsito

20 October 2010

Siapa bilang batu marmer tak dapat ditiru? Buktinya, dengan peralatan dan bahan yang sederhana, Warsimin mampu membuat marmer buatan dengan beberapa keunggulannya.

Marmer, identik dengan barang mewah dan mahal sehingga hanya sedikit orang mampu memilikinya. Hadirnya perabotan yang terbuat dari batu khas ini dalam rumah, seperti meja makan atau lainnya bisa menunjukkan status ekonomi pemilik rumah tersebut. Maklum, untuk menemukan bahan baku perabotan ini bukanlah pekerjaan gampang. Benda ini merupakan batuan alam yang terbentuk secara alamiah di perut bumi, akibat tekanan dan perubahan suhu selama ratusan bahkan ribuan tahun.

Karena itu jika ada orang kreatif yang berhasil membuat batu marmer (marmer buatan) dengan penampilan dan kekuatan menyerupai marmer asli dari alam adalah sesuatu yang cukup menghebohkan. Penemuan ini membuka kesempatan bagi penggemar marmer untuk memiliki perabotan berbahan baku ’batu mulia’ di rumahnya dengan harga relatif terjangkau. Sementara bagi penemunya sendiri, jelas merupakan ladang yang bisa memberikan rezeki untuk hidup sehari-hari.

Adalah Warsimin Adiwarsito, lelaki sederhana dari desa Mlese, kecamatan Ceper, Klaten, Jawa Tengah yang berhasil membuat marmer tiruan. Keindahan dan kekuatannya tak kalah dengan marmer alam. Jika melihat penampilannya, mungkin siapa pun sulit percaya, pasalnya lelaki lugu yang keunggulan produknya telah diakui oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini ternyata tak tamat sekolah dasar.

Ide yang mendorong semangat Warsimin untuk membuat marmer tiruan berawal dari pemahamannya tentang mahalnya harga barang ini. Ketika itu, sekitar awal tahun 80-an, lelaki ulet ini adalah pedagang barang antik yang sering keluar masuk desa untuk berburu barang antik. Dari pekerjaannya ini, ia tahu perabotan dari marmer ternyata mahal harganya dan banyak dicari orang. Warsimin kemudian berpikir, alangkah menguntungkannya seandainya ia bisa membuat marmer tersebut.

Bila kebanyakan orang hanya berpikir ’seandainya’, Warsimin justru berusaha mewujudkan gagasan tersebut dalam tindakan nyata. Mulailah Warsimin yang tak tahu menahu tentang geologi ini melakukan serangkaian percobaan di rumahnya sendiri.

Berdasarkan kira-kira, Warsimin selanjutnya meramu beberapa bahan tertentu menjadi satu setelah digiling halus. Tak ada alat canggih yang memudahkan pekerjaannya. Prosesnya benar-benar manual dan nyaris primitif. Sebagai perekat ramuan tersebut, Warsimin menggunakan putih telur. Ini diilhami dari cerita-cerita yang pernah ia dengar bahwa konon batu-batu penyusun Candi Borobudur dan Prambanan dilekatkan satu sama lain dengan telur.
Selama lebih dari setahun melakukan percobaan ini, banyak bahan yang sudah dihabiskannya. ”Termasuk lebih dari 1.200 butir telur itik”, ujarnya. Selama kurun waktu itu, hanya kegagalan yang ia temui. Bahkan harta bendanya nyaris habis untuk usaha yang nampaknya hanya akan berujung kesia-siaan itu. ”Saya sampai dianggap sinting oleh tetangga dan bahkan keluarga sendiri”, kenangnya.

Warsimin yang saat itu harus menghidupi empat anak nyaris putus asa. Suatu hari, kira-kira awal tahun 1982, dengan sisa semangat yang ada, ia menjual beberapa lusin piring yang merupakan harta benda terakhirnya. Ia ingin mencoba sekali lagi. ”Saya berpikir, kalau Tuhan menghendaki, pasti akan berhasil”, katanya. Tetapi bila tetap gagal berarti bukan itu jalan hidupnya. ”Semalaman saya berdoa sambil berpuasa agar kali ini benar-benar berhasil”, katanya. Paginya ia melaksanakan ujicoba yang ia tetapkan sebagai percobaan terakhir. Ketika beberapa saat kemudian adonan yang ia cetak mengering, Warsimin seolah tak percaya pada apa yang dilihatnya. Sebuah lempengan yang mirip dengan marmer alam, apalagi setelah digosok kilap lembutnya seperti marmer asli keluar.
Hari berikutnya, marmer buatannya tersebut dibawanya ke sebuah pasar seni di Yogyakarta dan dibeli seseorang seharga Rp 150 ribu. ”Tuhan telah menjawab doa saya. Pekerjaan sebagai penghasil marmer buatan telah ditunjukkan pada saya”, katanya bersyukur. Uang hasil penjualan marmer pertamanya itu kemudian dibelikan bahan-bahan dan peralatan tambahan untuk pembuatan yang lebih banyak. ”Saya sudah menemukan ramuan dan cara menghasilkan marmer buatan yang tepat”, ujar Warsimin yang kini berusia 60 tahun (2001).

Seperti diduga sebelumnya, marmer buatan Warsimin cukup diminati konsumen. Buktinya, ia mengaku banyak order yang masuk. Konsumen yang ingin rumahnya berlantai atau berdinding marmer, atau ingin memiliki perabotan terbuat dari marmer namun dengan harga terjangkau, datang memesan ke Warsimin.

Sebagai perbandingan harga, marmer buatan berbentuk bundar untuk daun meja berdiameter 100 cm, harganya Rp 200 ribu, sementara marmer alam bisa jutaan rupiah. Padahal, kalau diamati, antara marmer alam dan marmer asli buatan Warsimin sulit dibedakan.

Untuk lebih meyakinkan pasar tentang mutu marmer buatannya, Warsimin mempunyai trik tersendiri. Ia mengirim contoh marmer produksinya untuk dibandingkan dengan marmer alam kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 1986. Menurut hasil uji laboratorium LIPI melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi di kotanya, disebut bahwa marmer buatan Warsimin ini memiliki beberapa kelebihan dibanding marmer alam. Antara lain kekerasannya tercatat 3 – 5 skala Mohs, sementara marmer alam hanya 3 – 4 skala Mohs, berat jenisnya 2,588 sedangkan marmer asli hanya 2,435. Kelebihan lainnya, warna dan pola marmer buatannya bisa diatur sesuka hati. Sedangkan marmer asli tidak. Bagian dalam marmer buatannya ini juga bisa dimasukkan nama, logo, gambar wayang dan bahkan foto sesuai keinginan pemesan.

Selama 13 tahun menekuni usaha pembuatan marmer, menurut Warsimin, produknya sudah melanglang ke banyak tempat. Tidak hanya dikenal di tanah air tapi juga sudah merambah ke mancanegara. Beberapa importir dari Inggris, Jerman, Italia, Singapura dan belakangan Brunei juga banyak yang memesan. Kebanyakan marmer tersebut dibawa turis yang mampir ke rumah atau tempat produksi milik Warsimin. Pada saat pesanan ramai, Warsimin mengaku bisa mempekerjakan hingga 25 orang tenaga kerja yang semua tetangga sendiri. Tetapi untuk hari-hari biasa, ia cukup dibantu sekitar 10 orang dari keluarganya. Berapa omset usahanya? ”Wah, berapa ya? Pokoknya hasil usaha ini lebih dari cukup untuk hidup”, kata Warsimin di rumahnya yang cukup megah untuk ukuran desa ini.
Continue Reading...

Jual Krisan Lebih Untung

Ketimbang padi budidaya krisan jauh lebih menguntungkan. Alasan ekonomis itulah yang mengiming-imingi benak petani muda di Desa Hargobinangun, Pakem, Yogyakarta. Bayangkan, dari hitung-hitungan ekonomis di lahan seluas 200 m2, budidaya padi cuma meraup untung sekira 300 ribu rupiah per musim tanam. Sementara budidaya krisan mampu meraup sepuluh kali lipat lebih banyak. Ini jelas menggiurkan.

Tahun 2005 merupakan tahun hoki bagi para petani muda itu. Karena tahun itu tepat paguyuban mereka yang bernama Klantum (Kelompok Tani Udi Makmur) berdiri. Tepat pula mereka didatangi BPTP Yogyakarta dan Balai Benih Bogor untuk diajak kerjasama uji inisiasi bunga krisan di DIY. Bagi para petani Klantum kedua momen ini tak dianggap biasa. Momen tersebut ditangkap sebagai peluang para petani Klantum agar taraf hidup mereka membaik.

Ada gawe begini, Dra. Tuty Arisuryanti, M. Sc. dimintai tolong. Diminta petani, Tuty menyanggupi. Lagipula Tuty sudah lama akrab dengan dunia riset. Naluri serta instingnya tentu peka terhadap hal-hal berbau teliti-meneliti. Apalagi wilayah uji inisiasi masih desa tempatnya tinggal. Di samping secara tradisi akademisi, dia merupakan bagian dari Civitas Akademi Fakultas Biologi UGM (Universtitas Gajah Mada). Tapi di luar semua itu, alasan dia mau melakukan riset ini, karena merasa punya tanggungjawab sebagai akademisi untuk menyebar-nyebar ilmunya.

Jadilah diutak-atiknya bunga krisan itu. Hasil risetnya dia kasih titel, ”Aplikasi Teknik Poliploidisasi dalam Peningkatan Kualitas Bunga Krisan Produksi Kelompok Tani Udi Makmur (Klantum), Dusun Wonokerso, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY.” Tuty tidak sendiri menggarapnya. Dua dosen, Dr. Diah Rachmawati, M. Si. dan Dr. Budi Setiadi Daryono, M. Agr. Sc., ditambah lima mahasiswa diajak bekerja bersama-sama. Di tahun yang sama terbentuklah tim ilmuwan krisan dari Fakultas Biologi UGM.

Menurut kacamata tim, bunga krisan yang ada selama ini masih rata-rata. Artinya, mahkota, buah, biji, daun, dan batang bentuknya belum cukup optimal seperti harapan. Di pasaran, bentuk seperti itu jelas kurang memenuhi selera pasar. Makanya utak-atik ini bertujuan meningkatkan kualitas bibit krisan indukan. Teknik utak-atik ini sendiri namanya poliploidisasi. Penerapannya relatif gampang karena banyak dimanfaatkan di pertanian.

Istilah teknik poliploidisasi adalah suatu metode untuk menghasilkan sel poliploid. Di mana perubahan jumlah kelipatan kromosom dasar yang diakibatkan kelainan pada saat pembelahan sel. Sebuah sel disebut sel poliploid apabila memiliki jumlah kromosom melebihi diploid (2n).

Poliploid didapat melalui pemberian kolkisin, yang berpengaruh menghentikan aktivitas benang-benang pengikat kromosom (spindel) sehingga kromosom yang telah membelah tidak memisahkan diri dalam anaphase, baik pada pembelahan sel tumbuhan maupun hewan. Dengan terhentinya proses pemisahan dalam metaphase mengakibatkan jumlah kromosom dalam suatu sel meningkat, yang hampir selalu diiringi pertambahan ukuran jaringan dan organ tertentu, misal stomata, polen, dan biji.

Cara pemberian kolkisin pada krisan mudah saja. Kolkisin sebesar antara 0,01-1,00% dipakai buat merendam bibit krisan indukan selama 6-72 jam. Menurut hasil riset, perlakuan kolkisin dalam waktu yang makin lama makin menghasilkan pertambahan genom dengan deret ukur lebih dari 2n yaitu 4n, 8n, 16n, dst. Karenanya krisan yang awalnya biasa-biasa saja berubah karakter fenotip diameter bunga, tinggi tanaman, diameter batang, panjang dan lebar daun ke-5 dan ke-10 dari pangkal bunga.

Pun demikian, keberhasilan ini mengalami kendala. Saat ini kolkisin diambil dari umbi tanaman kolkisin autonale yang asalnya dari negara subtropis. Dengan kata lain impor. Dan barang impor sudah tentu mahal. Beruntung, UGM punya stok mahasiswa dengan kemampuan di atas rata-rata. Hatta, dikembangkanlah zat alternatif pengganti kolkisin dari kembang tapak dara. Dan itu pun berhasil. Bahkan hendak dibuatkan patennya.

Atas bantuan dari BPTP DIY dan BALITHI Cianjur, berupa rumah plastik uv seluas 240 m2, penanaman uji coba 4000 krisan dilakukan pada Mei 2005, dipanen 90 ikat (900 batang) krisan selama musim tanam (3 bulan). Seiring perkembangan waktu, budidaya krisan semakin berkembang. Hingga laporan risetnya ditulis tahun 2008, budidaya krisan di Desa Hargobinangun telah mencapai luasan lahan sebesar 2800 m2 dengan kapasitas tanam sekira 150000 batang per musim tanam. Apabila dibanding-bandingkan dengan awal dulu, dalam jangka waktu 2,5 tahun, kapasitas produksi telah naik menjadi 37 kali lipat (3700%). Luar biasa!

Meski sudah tidak lagi fokus di tanaman dan beralih ke ikan, tetapi Tuty bersama timnya yang dipegang Budi Setiadi Daryono, hendak mengembangkan krisan untuk nilai ekonomis lain. Misal, krisan spa dan krisan teh.
Continue Reading...

Daun Ajaib Penyambung Nyawa

Belum ada literatur yang bisa menjelaskan mengapa tanaman bernama Latin Gynura Procumbens (Lour) Merr ini disebut Sambung Nyawa. Mungkin karena manfaatnya dalam meredam beragam penyakit, sehingga bisa membuat umur panjang. Yang pasti, sampai sekarang tanaman yang punya nama lokal Ngokilo ini terus dimanfaatkan sebagai pereda beragam penyakit. Pun industri nasional telah lama meliriknya untuk dijadikan ekstrak atau bahan dasar beragam ramuan dalam kemasan.

Kenyataan ini sebenarnya bermula dari pengakuan yang banyak beredar di tengah masyarakat. Sudah sejak zaman dulu orang memanfaatkan Sambung Nyawa untuk beragam penyakit, dari maag, kolesterol tinggi, hipertensi, hingga kanker. Untuk mengkonsumsinya tak dibutuhkan kerepotan. Tinggal dicuci bersih-bersih, lantas langsung dilalap bisa, dicocol sambal pun boleh. Jika ingin variasi rasa, bisa juga dijus, ditumis, atau dikukus.

Berbagai pengakuan yang muncul di tengah masyarakat akan khasiat Sambung Nyawa, kemudian menantang kalangan ilmuwan maupun akademisi untuk membuktikan fakta secara ilmiah. Salah satunya Dr. drg. Dewi Agustina M.D.Sc. Periset yang berasal dari lingkungan Universitas Gajah Mada, Fakultas Kedokteran Gigi itu mempunyai kertas kerja bertajuk, ”Efek Antikarsinogenesis Ekstrak Etanolik Daun Gynura Procumbens (Lour) Merr pada Mukosa Lidah Tikus Sprague Dawley yang Diinduksi 4 Nitroquinoline 1-Oxide”.

Sebetulnya, Dewi bukan yang pertama kalinya meneliti. Di Indonesia, penelitian tentang khasiat daun Sambung Nyawa sudah banyak dilakukan para ahli Indonesia, bahkan negara lain, macam Malaysia, Singapura, dan Korea Selatan. Hanya saja fokus yang diteliti Dewi ialah pengaruh ekstrak daun Sambung Nyawa untuk menghambat laju kanker mulut. Dan bukan yang lain-lain.

Penelitian Dewi dilakukan pada 92 tikus jantan dewasa umur 3 minggu, yang dibaginya ke dalam 11 kelompok. Kelompok I, IV, dan VII sebagai kontrol positif 4NQO; kelompok II, V, VIII untuk melihat efek preventif ekstrak etanolik daun Gynura Procumbens; kelompok III, VI, IX untuk melihat efek profilaksisnya; dan kelompok X, XI sebagai kontrol positif ekstrak etanolik daun Gynura Procumbens dan kontrol negatif.

Demi mengaktivasi sel-sel kanker, Dewi membuat rekayasa karsinogenesis pada tikus-tikus percobaan. Untuk mempermudah istilah, kita sebut karsinogenesis ialah suatu agen. Di mana agen ini mampu mengubah genetik sel. Bentuknya biasa berupa bahan kimia, virus, radiasi (penyiaran) atau sinar matahari. Perekayasaan model begini umum terjadi dalam setiap penelitian yang ada kelinci percobaannya. Caranya, lidah tikus-tikus putih diolesi semacam obat karsinogenesis tadi. Nama kimia obat itu 4 Nitroquinoline 1 Oxide, disingkat 4NQO. Apabila dilakukan berulang-ulang akan muncul lesi DNA yang berupa mutasi gen H-ras. Berikutnya yang terjadi, sel-sel normal akan berubah menjadi reaktif.

Nah, lantaran sudah reaktif, terjadi penghambatan apoptosis dan diferensial sel. Ketika keduanya dihambat, terjadi apa yang biasa dinamai dalam dunia medis, proses proliferasi sel yang berlebihan. Fenomena tersebut dapat disebabkan aktivisasi onkogen maupun inaktivasi gen supresor tumor, di antaranya disebut gen supresor tumor p53—sebuah gen supresor tumor yang diidentifikasikan banyak menjangkiti manusia. Pada tahap ini sel sudah terinfeksi kanker, biasa pula disebut tahap inisiasi. Suatu tahap perubahan dalam bahan genetik sel yang bisa memancing sel menjadi ganas.

Selama 36 minggu Dewi menunggui risetnya dengan tekun. Tiap hari, dia harus mengecek perkembangan tikus-tikusnya, yang ditaruhnya di Fakultas Farmasi dan dirawat dengan bantuan seorang asisten. Hasilnya? Ketekunan selama 36 minggu, bolehlah berbuah menggembirakan. Dia berkesimpulan bahwa ekstrak daun Sambung Nyawa dapat menghambat kanker mulut di fase inisiasi, baik bersifat preventif maupun prolaksis, dengan menginduksi ekspresi P21WAFI melalui jalur yang tergantung wt P53.

Hal dimungkinkan terjadi, karena daun Sambung Nyawa mempunyai senyawa flavonoid yang mempunyai sifat antioksidan. Jelasnya senyawa tersebut merupakan metabolite scavenger dan penekan ekspresi onkogen seperti H-ras dan di sisi lain dapat memacu ekspresi wt P53.

Sayangnya, jika kanker sudah berada di tahap promosi (sel kanker yang sudah berubah ganas) dengan penginduksian 4NQO 16 atau 24 minggu, sentuhan ekstrak daun Sambung Nyawa tidak akan berarti apa-apa alias tidak bakal efektif. Kemungkinannya disebabkan akumulasi kerusakan DNA yang terjadi terlampau kompleks dan radikal bebas lebih banyak. Akhirnya, kemampuan flavonoid me-metabolite scavenger sudah over load.

Kesimpulan memang sudah diambil, tetapi penelitian ini belum mencapai titik akhir. Dewi menandaskan, dibutuhkan pengembangan lebih lanjut untuk menguatkan dan mendukung kesimpulan penelitian ini.
Continue Reading...

Peran Optimasi Air Irigasi

Indonesia terancam mengalami krisis pangan? Gejala ini setidaknya sudah dirasakan sejak tahun 2004 karena multi faktor. Menyempitnya lahan pertanian akibat alih fungsi untuk perumahan, atau tempat usaha adalah salah satu penyebab. Di samping kurangnya perhatian pemerintah dalam menangani sektor irigasi dan waduk.

Banyaknya kerusakan saluran irigasi mengindikasikan gejala krisis pangan akan meningkat di tahun-tahun mendatang, jika pemerintah tidak cepat menangani permasalahan ini. Dibandingkan negara berkembang di Asia, sektor irigasi pengairan di Indonesia memang menempati peringkat di bawah Thailand. Dan sebagai negara agraris, Indonesia mutlak membutuhkan irigasi untuk menunjang—tidak saja—sektor pertanian, tetapi juga sektor kesehatan, pariwisata, industri, dll.

Kekontrasan sangat terlihat nyata, ketika membandingkan sektor irigasi dengan sektor lainnya. Taruhlah, PLTA—yang sama-sama memakai air sebagai bahan utamanya. Di satu sisi, PLTA, tanpa mengonsumsi air, mendapatkan income lebih besar ketimbang irigasi. Di sisi lain, irigasi mendapatkan income nol besar, terkecuali iuran dari petani untuk membantu biaya operasional. Padahal mengoptimasi keduanya agar bisa harmonis sangat sulit.

Ini jelas ketimpangan. Akan tetapi, jika hitung-hitungan ekonomis dijadikan dasar acuan, bisa kacau. Artinya, sektor pangan Indonesia bisa hancur. Pengorbanan tentu harus dilakukan agar topangan semua pihak bisa tetap berjalan, maka itulah peran optimasi irigasi ini ada. Walaupun begitu, pendeknya data dan laporan yang buruk yang dimiliki Dinas Irigasi dan Air Indonesia membuat kendala tersendiri.

Namanya Rachmad Jayadi. Dosen sekaligus peneliti Fakultas Teknik Sipil Universitas Gajah Mada yang lahir di Surakarta, 24 Desember 1962. Pada 2008, dia pernah melakukan penelitian optimasi irigasi dengan contoh kasus Waduk Sermo. Penelitian yang diberi judul ”Kaji Ulang Rule Curve Waduk Sermo untuk Optimasi Pemanfaatan Air Irigasi”, bertujuan mendapatkan Rule Curve dan Operating Rule Waduk Sermo berdasarkan hasil analisis ketersediaan air dan pola kebutuhan air irigasi.

Penelitian ini bukan yang pertama kalinya dilakukan. Beberapa peneliti lain juga pernah menerapkan teorinya di Waduk Sermo ini. Pembedanya, kaji ulang yang dilakukan Rachmad menggunakan model simulasi dan algoritma optimasi. Lagipula tiap-tiap waduk memiliki karakteristik sendiri terkait kondisi geografisnya. Pada penelitian terakhir telah dilakukan pembuatan perangkat lunak operasi Waduk Sermo berdasarkan Rule Curve lama dan analisis kapasitas suplai menggunakan metode neraca air global dan simulasi hitungan reliabilitas operasi waduk oleh CV. Erlangga Pura tahun 2005.

Dan pada penelitian ini prosedur pemutakhiran Rule Curve akan dilakukan dengan pendekatan simultan model simulasi dan optimasi dengan harapan hasilnya akan lebih teliti dan sesuai dengan karakteristik perubahan ketersediaan dan pola kebutuhan air.

Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan umum dua hal penting tentang potensi pemanfaatan air Waduk Sermo. Pertama adalah bahwa kapasitas pemenuhan air irigasi tidak cukup untuk memberikan suplesi air pada seluruh areal tanam, yaitu hanya sekitar 53%. Hal penting kedua adalah masih dimungkinkannya upaya pemutakhiran Rule Curve operasi Waduk Sermo untuk pengaturan air irigasi dengan indikator nilai rerata faktor k, yaitu rasio antara release nyata terhadap kebutuhan air.
Continue Reading...

Mimpi Sang Alkemi

Mengubah kayu menjadi roti. Mengubah arang menjadi intan. Mengubah air menjadi hidrogen. Bisa jadi tak lagi menjadi hal mustahil dan sihir. Dunia sains, lebih tepatnya, dunia kimia manusia sedang berupaya menggapainya. Istilah bahasa Indonesianya teknologi penggapaian ini disebut nanoteknologi.

Nanoteknologi adalah sebuah perekayasaan material dalam ukuran nano. Nano yang dimaksud di sini berukuran dari satu hingga seratus nanometer. Materi—pada ukuran tersebut—memiliki fenomena dan sifat yang khas, yang berbeda dengan sifat dalam ukuran yang istilahnya material (balk). Intinya, nanoteknologi merupakan suatu pengkajian atau pengeksploitasian terhadap material dengan ukuran nano.

Teknologi ini penerapannya bisa dilakukan di pelbagai bidang. Peran teknologi nano dalam pengembangan IT sudah tak diragukan lagi. Bertambahnya kecepatan komputer, meningkatnya kapasitas hardisk dan memori, semakin kecil dan bertambahnya fungsi telepon genggam, merupakan contoh-contoh kongkret produk teknologi nano di bidang IT. Teknologi mini ini punya slogan: small, high efisient, green.

Di Indonesia perkembangan teknologi nano cukup menggembirakan. Setidak-tidaknya, menurut Nurul Taufiq Rochman, jika dihitung-hitung dengan jari Indonesia memiliki doktor nano sebanyak lebih dari seratus orang. Salah seorang yang patut dicatat dalam sejarah per-nano-an Indonesia ialah Yateman Ariyanto. Dosen sekalian ilmuwan kimia dari Fakultas MIPA Universitas Gajah Mada Yogyakarta ini mempunyai sebuah penelitian tentang nanoteknologi.

Perekayasaan Clay

Yateman mengarahkan penelitiannya ke perekayasaan clay. Alasannya metode nanoteknologi yang cocok diterapkan di Indonesia adalah metode assembling. Karena Indonesia memiliki kekayaan SDA mineral dan hayati dalam jumlah yang cukup besar. Senyawa-senyawa dari SDA mineral dan hayati (clay alam) ini sudah secara alamiah sudah dalam keadaan berpori.

Pori tersebut disebut lubang dan lubang-lubang ini bisa dimanfaatkan sebagai wadah untuk mencetak senyawa tertentu, yang dimasuki logam tertentu (logamnya disebut katalis). Perekayasaan dalam riset Yateman adalah bagaimana mengoptimasi pori di dalam clay agar bisa diperbesar. Pori di dalam clay alam ukurannya sebesar 30-60 square meter kuadrat per gram.

Clay alam itu memiliki sifat sweling. Jadi layernya bisa diubah-ubah, clay tersebut bisa diubah-ubah kemudian diberi pilar. Sehingga lubangnya membesar dan juga ada pilarnya. Dengan suatu proses, clay itu bisa dibesarkan, yang semula-mula hanya 30-70 bisa dibesarkan hingga 300. Bahkan terakhir sampai 600 skuare meter kuadrat per gram. Namanya Heksagonal Mesotols Clay (HMC), yang porositasnya 600-700 sebesar square meter kuadrat per gram, jadi naik 10-20% dari ukuran mula-mula. Gunanya?
Salah satu adalah untuk menyaring. Jadi akhirnya HMC bisa digunakan sebagai penyaring molekul-molekul besar terlarut. Jadi ini istilahnya dalam molukuler dalam ukuran besar. Nah, lantas kalau lubang di pori-pori tadi diisi titanium bisa digunakan untuk menghilangkan zat warna dengan bantuan sinar matahari. Sebagai fotokatalis.

Fenomena ini, fenomena hilangnya warna ini, itu sebetulnya merupakan dasar ide mengubah air menjadi gas hidrogen (H2). Sehingga mimpinya itu air menjadi H2 dan H2 menjadi sumber energi dengan memanfaatkan sinar matahari. Entah, kapan bisa terwujud, karena banyak kendala dalam perkembangan teknologi ini lebih lanjut di Indonesia.

Nanoteknologi bisa dibagi-bagi dalam empat generasi. Generasi pertama, menurut Nurul, pembuatan nanopartikel. Tak perlu teknologi tinggi untuk membuatnya. Misalkan, nanopartikel ditaburkan ke dalam kandungan kosmetik, macam bedak pelindung kulit dari sinar matahari (UV) atau minuman suplemen yang diberi partikel nano sehingga kandungannya lebih baik. Generasi kedua, meningkat pada teknologi assembling dari partikel nano. Misal, pembuatan layar monitor, menjadikannya lebih terang. Pembuatan chip komputer, atau memori handphone dengan ukuran ringan berkapasitas tinggi.

Generasi ketiga, meningkat lagi dan membutuhkan material nano dengan presisi yang sangat tinggi. Contohnya, membikin suatu sistem yang diinjeksikan ke tubuh manusia untuk membunuh sel kanker. Sementara generasi keempat masih berupa impian adalah rekayasa molekul (nanomolekuler), di mana mesin nano bakal mampu mengubah-ubah benda, termasuk membuat kayu menjadi roti atau arang menjadi intan. Bahkan, sudah ada khayalan mesin pembuat semua jenis barang. Termasuk "khayalan gila" menciptakan manusia sungguhan.

Yah, teknologi ini serupa legenda Alchemist yang mampu mengubah bentuk benda-benda tak berharga yang disentuh menjadi emas. Hanya saja masih berwujud impian. Aplikasi nanoteknologi tentu akan membikin revolusi baru dalam dunia industri. Karena itu, kita tunggu saja mimpi sang alkemi terwujud.
Continue Reading...

Charles F. Richter

01 October 2010

Charles Francis Richter was born in Ohio in 1900. After his mother divorced his father, she moved the family to Los Angles in 1909. Aprecocious student, Richter entered the University of Southern California at sixteen and transferred to Stanford University a year later, majoring in physics. He graduated in 1920 and finished a doctorate in theoretical physics at the California Institute of Technology in 1928.

While Richter was a graduate student at Caltech, Noble laureate Robert A. Millikan lured him away from his original interest, astronomy, to become an assistant at the seismology laboratory. Richter realized that seismology was then a relatively new discipline and that he could help it mature. He stayed with it—and Caltech—for the rest of his university career, retiring as professor emeritus in 1970. In 1971 he opened a consulting firm—Lindvall, Richter and Associates—to assess the earthquake readiness of structures.

Richter published more than two hundred articles about earthquakes and earthquake engineering and two influential books, Elementary Seismology and Seismicity of the Earth (with Beno Gutenberg). These works, together with his teaching, trained a generation of earthquake researchers and gave them a basic tool, the Richter scale, to work with. He died in California in 1985.

:: Americaninventors ::
Continue Reading...

Penisilin: Pertolongan yang Mempengaruhi Dunia

23 September 2010

Pertolongan yang Mempengaruhi Dunia

Pada suatu hari seorang pemuda sedang berjalan di tengah hutan, tiba-tiba ia mendengar jeritan minta tolong. Ternyata ia melihat seorang pemuda sebaya dengannya terperosok ke dalam lumpur hisap, semakin bergerak malah semakin terperosok ia ke dalamnya.

Pemuda yang melihat itu berusaha sekuat tenaga memberikan pertolongannya, dengan susah payah akhirnya pemuda yang terjatuh itu dapat terselamatkan. Pemuda yang menolong memapah pemuda yang terperosok ini ke rumahnya.

Ternyata rumah pemuda yang ditolong sangat bagus, besar dan mewah. Ayah pemuda ini sangat berterimakasih atas pertolongan yang telah diberikan kepada anaknya, dan hendak memberikan uang... Pemuda yang menolong ini menolaknya dan berkata bahwa sudah selayaknya sesama manusia menolong orang lain dalam kesusahan dan kesulitan... Sejak kejadian itu mereka menjalin persahabatan.

Si pemuda penolong adalah seorang yang miskin, sedangkan si pemuda yang ditolong adalah anak bangsawan yang kaya raya. Si pemuda miskin ini bercita-cita ingin menjadi dokter, namun terbentur biaya untuk melanjutkan pendidikannya. Tetapi ada seorang yang murah hati, yaitu Ayah dari bangsawan itu. Ia memberikan beasiswa hingga akhirnya si pemuda penolong dapat meraih gelar dokternya...

Tahukah saudara nama Pemuda miskin yang menjadi dokter ini...?

Ia adalah Alexander Fleming Si penemu penisilin...
Si pemuda bangsawan masuk dinas militer dan dalam suatu peperangan ia terluka parah, sehingga menyebabkan demam (febris) yang sangat tinggi... Pada waktu itu belum ada obat untuk infeksi serupa itu. Para dokter mendengar tentang penisilin penemuan Dr. Fleming dan kemudian mereka menyuntikkan penisillin yang merupakan obat temuan baru... Dan apa yang terjadi..?
Berangsur-angsur demam akibat infeksi itu reda dan akhirnya si pemuda tadi sembuh.!!

Tahukah saudara siapa nama Pemuda yang sembuh itu..?

Dia adalah Winston Churchil, Perdana Menteri Inggris yang termahsur itu...
Dewasa ini berkat penemuan penisillin dunia kedokteran berkembang sangat pesat. Dan bahkan sudah ditemukan generasi-generasi terbaru turunan penisillin ini yang sangat banyak membantu umat manusia melawan infeksi kuman yang ganas.
Demikianlah sebuah pertolongan dan persahabatan yang ikhlas diberikan yang akhirnya dapat mempengaruhi wajah dunia...

:: tokoku99.info ::
Continue Reading...

Tiang Penyangga Sosrobahu

18 September 2010

Sekira 1980-an akhir koran-koran nasional ramai mengabarkan pembangunan jalan tol dari Cawang ke Tanjung Priok, yang memiliki panjang total sekurang-lebih 16,5 Km. Pembangunan jalan ini tak berlangsung mulus. Kendala utamanya ada di teknik konstruksi konvensional yang jika dipaksakan malah menambah macet arus lalu-lintas yang sibuk dan memiliki banyak persimpangan. Bayangkan saja, tiang horisontalnya saja yang hendak dibangun bisa mencapai ukuran 22 meter, nyaris sama lebarnya dengan jalan by pass itu sendiri. Tentunya hal ini bertentangan dengan tujuan dibuatkannya jalan tol yang memang diset untuk mengatasi kemacetan.

Alternatif lain yang diusulkan adalah memakai metode gantung, macam yang dilakukan di Singapura. Sayangnya apabila teknik ini yang dipakai, faktor biaya yang jauh lebih mahal yang menjadi kendalanya. Adalah Ir. Tjokorda Raka Sukawati yang berhasil memecahkan persoalan ini dengan menciptakan tiang pancang yang diberinya nama Sosrobahu. Ir. Tjokorda lahir di Ubud, Bali. Gelar insinyurnya didapatkan dari sekolah di Departemen Sipil di Institut Teknologi Bandung (ITB). Karirnya dimulai saat ia masuk di perusahaan PT Hutama Karya hingga ia menjabat menjadi direktur perusahaan tersebut.

Inspirasi pembuatan tiang pancang modelnya didapatkanya saat memperbaiki mobilnya sendiri. Kisah ini bermula di garasi mobilnya. Suatu hari Tjokorda hendak membetulkan mobilnya yang rusak—kebetulan garasi mobilnya berbentuk agak miring—dan pembantunya kemudian mengganjal ban belakang mobil. Rupanya cuma satu ban belakang yang diganjal dan rem tangannya pun lupa ditarik. Waktu Tjokorda memompa dongkrak hidrolik untuk mengangkat roda depan, tiba-tiba mobil menjadi berputar. Kejadian itu memantik ide di dalam kepalanya. Hari itu ia urung memperbaiki mobilnya.

Dari situ, selanjutnya ia memadukan hukum gesekan untuk memutar beban dengan hukum pascal untuk mengangkat beban. Lantas ia minta dibikinkan modelnya oleh seseorang dan… berhasil! Dilakukanlah pengujian dengan beban berbobot 85 ton hingga 180 ton. Berhasil lagi! Dia pun berhasil membuat alat putar silinder yang mengguncang dunia teknologi konstruksi.

Penemuannya ini langsung diterapkan pada proyek jalan layang yang sedang ditanganinya. Jadinya tiang penyangga jalan yang sudah kering dan dibangun sejajar ruas jalan lantas diputar 90 derajat melintang jalan. Caranya sepasang piringan baja berdiameter 80 sentimeter, dipasang di bawah tiang penyangga, usai tiang tersebut kering, di dalamnya dipompakan automatic transmission fluid (ATF) atau oli pelumas sebanyak 78, 05 kg/cm2. Dengan teknik ini tiang penyangga yang bobot kepalanya mencapai 480 ton dengan mudah bisa diputar.

Dan jalan layang tol Cawang-Tanjung Priok itu sebagai flyover pertama di dunia yang memakai teknik “pemutaran kepala tiang penyangga jalan terbang”. Berikutnya teknik ini diekspor ke negara-negara di Asia lainnya, seperti Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapura.

:: Lilih Prilian Ari Pranowo, 30 Tokoh Penemu Indonesia, Yogyakarta: Narasi, 2009 ::
Continue Reading...

Kompor Pengering dan Antena Tenaga Surya

Waton tekun, mesti ketemu tujuane. Ora usah neko-neko!
(Asal tekun, pasti berhasil. Tidak usah berbuat yang aneh-aneh!)

Demikian Minto berpesan. Pesan itu tak asal-asalan diucapkannya. Lelaki yang bekerja menjadi guru di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Prambon I, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur ini sudah mendapat pengakuan dari berbagai kalangan perguruan tinggi. Termasuk penghargaan dari Direktorat Jenderasl Listrik dan Pengembangan Energi Departemen Pertambahan dan Energi. Dia sudah berkreasi dengan membuat alat dwi fungsi. Jadi kompor ok. Jadi antena parabola pun bisa.

Alat ini dibuat dalam dua tahapan, pertama ia membuat kompor pengering bertenaga matahari kemudian meneruskannya dengan menjadikannya berfungsi sebagai antena parabola. Awal tahun 1988, Minto yang tinggal di Desa Mruwak, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun membuat kompor pengering hasil pertanian bertenaga surya.

Keinginan ini dipicu oleh kenyataan yang diketahuinya bahwa masyarakat p[edesaan yang hidup di kaki Gunung Wilis (Madiun). Sehari-harinya mereka menggantungkan hidupnya mencari kayu-kayu bakar untuk bahan memasak. Padahal hutan jati di wilayah tersebut semakin gundul, karena itu masyarakat harus berjalan kaki sejauh 3,5 hingga 8 kilometer. Tiga tahun sesudahnya, tahun 1991, keberhasilannya tersebut memicu semangatnya untuk berkreasi lagi. Kompor pengeringnya dikembangkan lagi –bisa dimanfaatkan—sebagai antenna parabola.

Kompor pengering milik Minto tersebut bisa berfungsi banyak, bisa mengeringkan hasil pertanian, perikanan (ikan asin dan sebagainya), krupuk, lempeng, emping. Prinsip kerjanya mengubah sinar matahari menjadi panas, yang didasarkan pada pantulan cahaya matahari oleh beberapa keping cermin datar. Keping-keping ini ditata pada kerangka reflector yang bentuknya menyerupai parabola. Bila reflector diarahkan tegak lurus searah datangnya sinar matahari dan semua pantulan akan menuju ke satu titik. Kumpulan sinar pantul ini akan menimbulkan panas amat tinggi. Udara panas tersebut dialirkan lewat rak-rak pengering. Hasil ujicoba alat ini diperoleh suhu panas pad mulut kolektor 57 derajat Celsius, pada rak pertama 51 derajat Celsius dan rak delapan 46 derajat Celsius.

Sementara prinsip kerja antena parabolanya adalah sebagai berikut: kompor pengering tersebut ditambahkan Low Noise Block (LNB), feed horn, receiver, kabel dan pesawat televise. Prinsipnya, reflector yang tegak lurus dengan arah datangnya gelombang elektromagnetik dari satelit akan memantulkan kembali semua gelombang itu menuju ke focus. Kumpulan gelombang tersebut ditangkap LNB yang berlaku sebagai penguat sinyal. Dari LNB ini diteruskan lagi ke receiver lewat kabel untuk dipilih gelombang mana yang diinginkan. Dari reicever dilanjutkan ke pesawat televisi.

Namun, meski ia sudah diakui dan menerima penghargaan sebagai seorang penemu, Minto tetap tak meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang guru. Dia tak ingin berpikir neko-neko karena pekerjaannya yang utama adalah guru. Ya, inilah yang bisa kita petik dari Minto, seorang guru sekaligus penemu kompor pengering hasil pertanian dan antena parabola.

:: Lilih Prilian Ari Pranowo, 30 Tokoh Penemu Indonesia, Yogyakarta: Narasi, 2009 ::

Continue Reading...

Klip Bantalan Kereta Api Dua Gigi

George Stephenson adalah bapak kereta api dunia yang berhasil menciptakan mesin uap baru bernama Locomotion pada 1821. Sementara Stevens adalah penemu bantalan pada rel kereta api pada 1831—sepuluh tahun sesudahnya. Dua nama orang Eropa tersebut memang sudah terkenal ke seantero jagat manusia. Nama mereka masih dikenang sebagai penemu di bidang transportasi, khususnya dunia perkereta-apian.

Tapi jika menyebut nama Budi Noviantoro, orang tentu segera mengernyitkan dahinya, bertanya-tanya. Padahal dia merupakan seorang penemu asal Indonesia di bidang perekeretapian, yakni klip bantalan kereta api dengan dua gigi. Budi Noviantoro lahir di Bojonegoro, Jawa Timur, 17 November 1960. Di lajur pendidikan ia mengantongi dua gelar S1; sarjana teknik sipil di Institut Teknologi Surabaya (ITS) dan sarjana ekonomi di Universitas Islam Nusantara Bandung.

Novi, demikian ia akrab disapa, berhasil menemukan penambat rel (fastener) yang dikasih nama KA-Clip—dipatenkan atas nama PT KA dan diproduksi PT Pindad. Penambat rel ini lebih sesuai dengan karakteristik kereta api di Indonesia. Selama ini, ia melihat rel-rel kereta api Indonesia membutuhkan penambat khusus. Ambillah contoh untuk rel ukuran R33, penambat relnya tidak dapat memakai penambat bermerek Pandrol atau DE Clip karen longgar. Ditambah Pandrol atau DE Clip musti diimpor, minimal dirakit di tanah air dengan lisensi dan membayar royalti kepada pemilik paten.

Jika memakai KA-Clip yang sudah diuji bertahun-tahun di lapangan sebelum diakui dan mendapat paten, PT KA tidak perlu repot mengimpor, yang berarti sama halnya dengan menghemat bea impor. Klip rel kereta api temuan Novi hebatnya bisa digunakan di rel berukuran berapa pun—baik R33, R42 maupun R54.

Dan meski ia tak mematenkan temuanya—sebab sudah dipatenkan PJKA, ia tak merasa sedih. Alasannya sedari awal ia memang menyerahkan temuannya langsung ke PJKA untuk dimanfaatkan. Di samping itu pula, ia sepertinya tahu diri, sebab ia merasa tak bekerja sendiri. Ada PT Pindad yang memfasilitasinya mengolah penelitian, pengembangan, lantas memproduksi. Tapi apapun itu, namanya patut kita catatkan pada sejarah penemu Indonesia.

:: Lilih Prilian Ari Pranowo, 30 Tokoh Penemu Indonesia, Yogyakarta: Narasi, 2009 ::
Continue Reading...

Beton Polimer Ramah Lingkungan

Beton dikenal sebagai material bangunan paling populer yang tersusun dari komposisi utama batuan, air dan semen. Dikenal luas dan populer, karena bahan pembuatnya relatif mudah didapat secara lokal, harganya relatif murah, dan teknologi pembuatannya relatif mudah. Akan tetapi, belakangan ini beton yang kita kenal acap mendapatkan kritik, terlebih dari aktivis lingkungan hidup. Oleh karena itu, banyak para pakar mulai mencari solusi sebagai alternatif bahan-bahan campuran beton. Salah satunya adalah Djuanda Suraatmadja.

Djuanda Suraatmadja lahir dari keluarga guru di Bandung, pada 3 Januari 1936. Ia adalah anak kedua dari 12 saudara. Gelar sarjana tekniknya didapatkan di Fakultas Teknik Sipil ITB (1960). Pada 1971 dan 1982 ia mengikuti pendidikan di The University of New South Wales, Australia, dan University California, Amerika Serikat, setelah sebelumnya di Purdue University selama dua tahun. Kariernya diawali sejak tahun 1960 sebagai asisten ahli. Ia pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (1977-1981) dan Kepala Program S2 STJR-ITB (1982-1992).

Ide awal pemikiran bahan polimer yang ditemukan Djuanda Suraatmadja berawal dari ide mencari beton yang memiliki sifat lebih baik dari beton semen. Ketika membuka-buka literatur yang dipunyainya, diketahui bahwa polimer memiliki sifat seperti semen. Polimer adalah suatu zat kimia yang terdiri dari molekul-molekul yang besar, dengan karbon dan hidrogen sebagai molekul utamanya. Bahan ini berasal dari limbah plastik yang didaur ulang, kemudian dicampur dengan bahan kimia lainnya. Penggunaan bahan tersebut bertujuan memanfaatkan limbah plastik, di samping mencari alternatif pengganti semen.

Pada 1975, ia melakukan penelitian mengenai bahan polimer pengganti semen ini. Berkat ketekunan dan kegigihan, penelitian yang dilakukan dengan berbagai ujicoba di Laboratorium Struktur dan Bahan serta laboratorium lainnya di Institur Teknologi Bandung dan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) akhirnya membuahkan hasil. Hasil penemuan tersebut sekaligus menarik perhatian ilmuwan dan para industriawan mengingat beberapa keistimewaan dan sekaligus kelebihan beton polimer dibanding beton semen.

Beton polimer yang ditemukan Djuanda Suraatmadja memiliki sifat kedap air, tidak terpengaruh sinar ultra violet, tahan terhadap larutan agresif seperti bahan kimia serta kelebihan lainnya. Yang lebih istimewa lagi, beton polimer bisa mengeras di dalam air sehingga bisa digunakan untuk memperbaiki bangunan-bangunan di dalam air. Satu-satunya kelemahan yang hingga kini belum teratasi adalah harga beton polimer masih belum bisa lebih rendah dibanding beton semen, kecuali untuk daerah Irian Jaya, di mana harga semen sangat mahal. Karena itu, beton polimer selama ini lebih banyak digunakan untuk rehabilitasi bangunan yang rusak.

Pada 2000, atas hasil karyanya ini Prof Ir H Djuanda Suraatmadja menerima penghargaan Anugerah Kalyanakretya pada Hari Kebangkitan Teknologi Nasional V yang dicanangkan Presiden Abdurrahman Wahid di Bandung. Djuanda Suraatmadja lahir dari keluarga guru di Bandung, pada 3 Januari 1936. Karya penelitiannya yang umum telah diseminarkan dalam bentuk Standar Nasional yang bisa berguna untuk masyarakat luas. Yaitu dalam bentuk Peraturan Dinas No. 10 tentang Jalan Rel Indonesia, SNI Uji Tarik Langsung Material Beton tahun 1997, dan SNI Tata Cara Pemakaian Beton Polimer untuk Perbaikan dan Penguatan Struktur Beton tahun 1998.

:: Lilih Prilian Ari Pranowo, 30 Tokoh Penemu Indonesia, Yogyakarta: Narasi, 2010 ::
Continue Reading...

Saya Pasti Kembali Ke Indonesia

05 December 2009

Lahir di Palembang tahun 1987, lelaki ini pernah mengharumkan bangsa Indonesia ketika memenangkan medali emas dalam Olimpiade Fisika Internasional 2005 dan Olimpiade Fisika Asia 2005.

Dalam Olimpiade Fisika Internasional (nama resmi: International Phisics Olympiad atau IPhO) ke-36 di Salamanca, Spanyol pada 3-12 Juli 2005, Ali Sucipto berhasil meraih medali emas dengan nilai 46,80 (nilai sempurna 50). Dalam ajang kompetisi yang diikuti 340 peserta dari 76 negara tersebut, Tim Olimpiade Fisika Indonesia berhasil meraih 2 medali emas dan 3 perunggu. Medali emas diperoleh Ali Sucipto (SMA Xaverius 1 Palembang) dan Andhika Putra (SMA Sutomo 1 Medan), sedangkan medali perunggu diperoleh Purnawirman (SMA Negeri 1 Pekanbaru), Michael Adrian (SMA Regina Pacis Bogor), dan Ario Prabowo (SMU Taruna Nusantara Magelang).

Sebelumnya, Ali Sucipto juga berhasil meraih emas dalam Olimpiade Fisika Asia (nama resmi: Asian Phisics Olympiad atau APhO) ke-6 di Pekanbaru, Riau pada 26 April-1 Mei 2005. Tim Olimpiade Fisika Indonesia berhasil menyabet 4 medali emas, 1 perak, 2 perunggu, dan 1 honorable mention. Ali Sucipto (SMA Xaverius 1 Palembang), Andhika Putra (SMA Sutomo 1 Medan), Purnawirman (SMA Negeri 1 Pekanbaru), dan Michael Adrian (SMA Regina Pacis Bogor) memperoleh medali emas. Yongki Utama (SMA Dian Harapan Tangerang) memperoleh medali perak, serta Ario Prabowo (SMA Taruna Nusantara Magelang) dan Thomas Alfa Edison (SMA Negeri 3 Bandung) memperoleh medali perunggu. Prestasi ini menempatkan Indonesia pada peringkat dua, sedangkan juara umum berhasil direbut China dengan meraih 7 medali emas.

Atas prestasi yang dicapainya, Ali Sucipto memperoleh beasiswa di Universitas Teknologi Nanyang (Nanyang Technologica University), Singapura. Dan ini yang patut untuk dibanggakan. Ketika ia mendapat beasiswa kuliah ke luar negeri, ia berpesan, "Saya pasti kembali ke Indonesia." Yang pasti dari pernyataan itu, ia ingin kembali membangun Indonesia.
Lilih Prilian Ari Pranowo
Continue Reading...

Beton Polimer Ramah Lingkungan

01 April 2009

Beton dikenal sebagai material bangunan paling populer yang tersusun dari komposisi utama batuan, air dan semen. Dikenal luas dan populer, karena bahan pembuatnya relatif mudah didapat secara lokal, harganya relatif murah, dan teknologi pembuatannya relatif mudah. Akan tetapi, belakangan ini beton yang kita kenal acap mendapatkan kritik, terlebih dari aktivis lingkungan hidup. Oleh karena itu, banyak para pakar mulai mencari solusi sebagai alternatif bahan-bahan campuran beton. Salah satunya adalah Djuanda Suraatmadja.

Djuanda Suraatmadja lahir dari keluarga guru di Bandung, pada 3 Januari 1936. Ia adalah anak kedua dari 12 saudara. Gelar sarjana tekniknya didapatkan di Fakultas Teknik Sipil ITB (1960). Pada 1971 dan 1982 ia mengikuti pendidikan di The University of New South Wales, Australia, dan University California, Amerika Serikat, setelah sebelumnya di Purdue University selama dua tahun. Kariernya diawali sejak tahun 1960 sebagai asisten ahli. Ia pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (1977-1981) dan Kepala Program S2 STJR-ITB (1982-1992).

Ide awal pemikiran bahan polimer yang ditemukan Djuanda Suraatmadja berawal dari ide mencari beton yang memiliki sifat lebih baik dari beton semen. Ketika membuka-buka literatur yang dipunyainya, diketahui bahwa polimer memiliki sifat seperti semen. Polimer adalah suatu zat kimia yang terdiri dari molekul-molekul yang besar, dengan karbon dan hidrogen sebagai molekul utamanya. Bahan ini berasal dari limbah plastik yang didaur ulang, kemudian dicampur dengan bahan kimia lainnya. Penggunaan bahan tersebut bertujuan memanfaatkan limbah plastik, di samping mencari alternatif pengganti semen.

Pada 1975, ia melakukan penelitian mengenai bahan polimer pengganti semen ini. Berkat ketekunan dan kegigihan, penelitian yang dilakukan dengan berbagai ujicoba di Laboratorium Struktur dan Bahan serta laboratorium lainnya di Institur Teknologi Bandung dan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) akhirnya membuahkan hasil. Hasil penemuan tersebut sekaligus menarik perhatian ilmuwan dan para industriawan mengingat beberapa keistimewaan dan sekaligus kelebihan beton polimer dibanding beton semen.

Beton polimer yang ditemukan Djuanda Suraatmadja memiliki sifat kedap air, tidak terpengaruh sinar ultra violet, tahan terhadap larutan agresif seperti bahan kimia serta kelebihan lainnya. Yang lebih istimewa lagi, beton polimer bisa mengeras di dalam air sehingga bisa digunakan untuk memperbaiki bangunan-bangunan di dalam air. Satu-satunya kelemahan yang hingga kini belum teratasi adalah harga beton polimer masih belum bisa lebih rendah dibanding beton semen, kecuali untuk daerah Irian Jaya, di mana harga semen sangat mahal. Karena itu, beton polimer selama ini lebih banyak digunakan untuk rehabilitasi bangunan yang rusak.

Pada 2000, atas hasil karyanya ini Prof Ir H Djuanda Suraatmadja menerima penghargaan Anugerah Kalyanakretya pada Hari Kebangkitan Teknologi Nasional V yang dicanangkan Presiden Abdurrahman Wahid di Bandung. Djuanda Suraatmadja lahir dari keluarga guru di Bandung, pada 3 Januari 1936. Karya penelitiannya yang umum telah diseminarkan dalam bentuk Standar Nasional yang bisa berguna untuk masyarakat luas. Yaitu dalam bentuk Peraturan Dinas No. 10 tentang Jalan Rel Indonesia, SNI Uji Tarik Langsung Material Beton tahun 1997, dan SNI Tata Cara Pemakaian Beton Polimer untuk Perbaikan dan Penguatan Struktur Beton tahun 1998.
(Lilih Prilian Ari Pranowo)
Continue Reading...

Klip Bantalan Kereta Api Dua Gigi

05 March 2009

George Stephenson adalah bapak kereta api dunia yang berhasil menciptakan mesin uap baru bernama Locomotion pada 1821. Sementara Stevens adalah penemu bantalan pada rel kereta api pada 1831—sepuluh tahun sesudahnya. Dua nama orang Eropa tersebut memang sudah terkenal ke seantero jagat manusia. Nama mereka masih dikenang sebagai penemu di bidang transportasi, khususnya dunia perkereta-apian.

Tapi jika menyebut nama Budi Noviantoro, orang tentu segera mengernyitkan dahinya, bertanya-tanya. Padahal dia merupakan seorang penemu asal Indonesia di bidang perekeretapian, yakni klip bantalan kereta api dengan dua gigi. Budi Noviantoro lahir di Bojonegoro, Jawa Timur, 17 November 1960. Di lajur pendidikan ia mengantongi dua gelar S1; sarjana teknik sipil di Institut Teknologi Surabaya (ITS) dan sarjana ekonomi di Universitas Islam Nusantara Bandung.

Novi, demikian ia akrab disapa, berhasil menemukan penambat rel (fastener) yang dikasih nama KA-Clip—dipatenkan atas nama PT KA dan diproduksi PT Pindad. Penambat rel ini lebih sesuai dengan karakteristik kereta api di Indonesia. Selama ini, ia melihat rel-rel kereta api Indonesia membutuhkan penambat khusus. Ambillah contoh untuk rel ukuran R33, penambat relnya tidak dapat memakai penambat bermerek Pandrol atau DE Clip karen longgar. Ditambah Pandrol atau DE Clip musti diimpor, minimal dirakit di tanah air dengan lisensi dan membayar royalti kepada pemilik paten.

Jika memakai KA-Clip yang sudah diuji bertahun-tahun di lapangan sebelum diakui dan mendapat paten, PT KA tidak perlu repot mengimpor, yang berarti sama halnya dengan menghemat bea impor. Klip rel kereta api temuan Novi hebatnya bisa digunakan di rel berukuran berapa pun—baik R33, R42 maupun R54.

Dan meski ia tak mematenkan temuanya—sebab sudah dipatenkan PJKA, ia tak merasa sedih. Alasannya sedari awal ia memang menyerahkan temuannya langsung ke PJKA untuk dimanfaatkan. Di samping itu pula, ia sepertinya tahu diri, sebab ia merasa tak bekerja sendiri. Ada PT Pindad yang memfasilitasinya mengolah penelitian, pengembangan, lantas memproduksi. Tapi apapun itu, namanya patut kita catatkan pada sejarah penemu Indonesia.
(Lilih Prilian Ari Pranowo)
Continue Reading...

Reaktor Biogas Buatan Andrias

Semisal harga BBM kembali melambung, tak perlulah merasa cemas. Pun tak perlu repot turut berdemo di pinggir jalan menuntut turun bersama para mahasiswa. Sebab sudah ada alternatif pengganti demi bisa menyiasati permasalahan tersebut. Bikinnya mudah, biayanya terjangkau. Dan bahannya bisa diperbaharui pula. Namanya reaktor biogas.

Apa itu reaktor biogas? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia reaktor diartikan sebagai sarana atau alat pembangkit tenaga. Sementara biogas adalah gas yang terbuat dari kotoran ternak. Jadi reaktor biogas adalah alat pembangkit gas yang dibuat dari kotoran ternak. Penemunya punya nama lengkap Andrias Wiji Setio Pamudji. Seorang lelaki yang berasal dari Desa Ngrendeng, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

Tahukah Anda bahwa temuan ini bermula dari rasa penasaran pria tersebut untuk membuktikan teori-teori yang pernah didengarnya di bangku sekolahan dengan cara melakukan percobaan. Memang sudah sedari kecil, Andrias menyukai dunia riset-meriset. Dia pernah membuat listrik dan perahu motor mainan dengan tenaga penggerak kincir angin. Kincir angin ini dibuatnya dari pemutar kaset dalam tape. Pun ia juga hobi bercocok tanam dan beternak. Dan dalam melakukan hal ini ia selalu tekun, sebab ketekunan merupakan kuncinya dan sudah menjadi prinsip Andrias, yang diajarkan ibunya.

Ceritanya tentang reaktor biogas temuannya bermula kala ia masih kuliah di tingkat III di Jurusan Teknik Kimia Departemen Teknik Industri Institur Teknologi Bandung sekira tahun 2000-an. Waktu itu ia meriset pembikinan reaktor biogas yang sederhana. Tapi dari yang sederhana inilah muncul sesuatu yang hebat. Andrias sudah mengetahui bahwa kotoran ternak bisa dijadikan gas. Sebab tahu, maka keinginantahuannya menjadi tambah menggebu.

Untuk beroleh kotoran ternak, ia pergi ke sebuah peternakan. Sepulangnya dari sana ia membawa kotoran ternak sapi yang sudah dicampuri air dan dimasukkan ke dalam jeriken berukuran lima meter. Waktu itu ia langsung meletakkannya di dalam kos-kosannya, tapi tidak dibuka melainkan ditutup. Tanpa dicampur apa-apa lagi, terjadi fermentasi alami, yang kemudian kotoran ternak tersebut berubah menjadi gas.

Sebulan sesudahnya, tutup jerigen dibuka dan lubang jeriken segera diberi plastik. Kotoran sapi yang telah terfermentasi segera mengeluarkan gas, yang masuk ke dalam plastik. Pasca itu, Andrias menyoblos plastik tersebut dengan benda tajam dan keluarlah gas. Walhasil, ketika disulut korek api langsung terbakar. Demi menyempurnakan karyanya, ia pun mengutang ke sana-sini, ke sejumlah kawan-kawannya. Berkali-kali riset kemudian dilakukan guna mendapatkan bentuk reaktor dan penampung gas yang murah, kuat dan berkapasitas cukup apabila digunakan untuk keperluan rumah tangga.

Dan jerih payahnya terbayar tunai, sewaktu ia membuat reaktor dari plastik dengan ketebalan 250 mikron serta menciptakan kompor untuk jenis gas metana. Kenapa yang dipilih sebagai penampungnya itu plastik dan bukan lainnya? Karena gas yang dihasilkan belum mampu dikemas dalam tabung. Gas kotoran sapi adalah jenis metana (CH4). Sementara gas yang dikemas dalam tabung merupakan gas yang bisa dicairkan, yang berasal dari butana (C4H10) dan pentana (C5H12).

Apabila gas bisa dicairkan, maka jumlah volume yang bisa ditampung jadi lebih banyak. Sayangnya, metana belum bisa demikian. Semenjak ditekuni (tahun 2000-an), temuan Andrias baru dipasarkannya tiga tahun kemudian, yaitu pada 9 April 2005. Padahal dua tahun sejak ditekuni, tahun 2002, karyanya pernah memenangkan lomba kreativitas mahasiswa yang diadakan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Bagaimana tertarik untuk mencobanya?
(Lilih Prilian Ari Pranowo)
Continue Reading...

Singkong Raksasa

Bagi masyarakat Indonesia, singkong, atau yang punya nama lain ketela pohon, sudah tak asing lagi. Pelbagai macam makanan bisa dibikin dari bahan dasar ini. Misal getuk, tape singkong, combro, misro, dan lain sebagainya.

Namun singkong yang ditemukan dan dikembangkan oleh Abdul Jamil Ridho dan Niti Soedigdo memang lain daripada yang lain. Sebab singkong temuannya lebih besar dan lebih panjang dari singkong normal. Percaya tak percaya, syahdan, penemuan singkong unik ini sedikit berbumbu klenik—seperti menemukan benda-benda bertuah yang kerap dijadikan ajimat (keris, cincin, akik dan sebagainya).

Tahun 1996-an, Abdul Jamil Ridho—pengelola Pondok Pesantren Darul Hidayah di Kota Tulang Bawang, tengah melakukan perenungan dan dzikir panjang. Dia melakukannya di tengah hutan Panarangan Jaya, Lampung Utara. Kala sedang khusyuk-khusyuknya berdzikir, Ridho secara mendadak mendapatkan “penglihatan” ke sebatang tanaman. Selanjutnya ia mendekati. Sekilas tanaman tersebut sama dengan tanaman singkong miliknya. Meski, apabila dicermati lebih dekat dan seksama, ada sedikit perbedaan. Rasa penasaranlah yang membuatnya mencabut tanaman tersebut. Dan ternyata akarnya juga mirip seperti akar singkong, hanya saja diameternya lebih kecil. Dan panjangnya mencapai satu meter lebih per batang jalar dalam rangkaian umbi.

Pengembang sekaligus perekayasa singkong “ajaib” ini dipasrahi kepada Niti Soedigdo—orang kepercayaan Ridho. Caranya tanaman tersebut dikawinkan dengan singkong karet untuk beroleh pembesaran pada diameter akarnya. Singkong karet adalah singkong yang tak bisa dimakan sebab singkong ini mengandung racun yang berbahaya bagi manusia.

Hasil persilangan pertama dan kedua, singkong ini belum mencapai bentuk maksimal yang dikehendaki. Barulah ketika persilangan dilakukan yang ketiga kalinya, bentuk maksimal didapatkan. Pengembangan demi pengembangan pun dilakukan.

Varietas singkong raksasa ini menurut kedua orang tersebut memiliki keunggulan. Ongkos produksinya tidak memakan biaya banyak alias lebih irit. Bayangkan, apabila singkong biasa memakan ongkos produksi mencapai 4 juta rupiah per hektar, maka singkong raksasa ini cuma memakan ongkos produksi 1 juta rupiah saja untuk satu hektarnya. Hasil yang didapat? Dengan waktu tanam berkisar antara 8 hingga 11 bulan, singkong raksasa bisa mencapai 150 ton per hektar, sementara singkong biasa hanya mencapai 20 ton per hektar. Jelas cukup menggiurkan dari sisi ekonomis. Bibitnya sendiri dijual dengan harga 150 rupiah per batangnya dengan panjang antara 15-20 sentimeter. Dan bibit ini dijual di Gabungan Koperasi Pertanian Serba Guna Lampung.
Penemuan ini barangkali bisa membuka mata kita, bahwa di Indonesia banyak beragam jenis makanan yang bisa dikonsumsi masyarakatnya. Sehingga masyarakat Indonesia tak melulu bergantung pada beras dan bisa bebas dari bahaya kelaparan.
(Lilih Prilian Ari Pranowo)
Continue Reading...