SEORANG sastrawan bisa menemukan inspirasi di manapun mereka berada. Waktu berjalan-jalan di taman bebungaan, ia terinspirasi oleh bunga-bunga sekitar. Ketika berada sepi memancing di kali, ia memikirkan ide yang banyak. Bahkan, ketika sedang berada di kakus, bisa mendadak mendapat inspirasi. Tapi tak hanya sastrawan yang bisa terinspirasi. Semua orang pun bisa.
Contohnya adalah Alex Kawilarang Warouw Masengi, seorang Dekan dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratunlangi (Unsrat), Manado. Gara-gara terinspirasi ikan terbang, ia menciptakan teknologi kapal ikan bersirip (sudah dipatenkan di Jepang). Teknologi yang memungkinkan kapal ikan tidak mudah goyah saat diterjang gelombang besar dan stabilitas kapal bisa tercapai. Stabilitas kapal ialah kemampuan kapal untuk balik dalam posisinya yang semula seusai mengalami guncangan. Dan merupakan rangkaian kombinasi antara ukuran yang cocok dan pembagian berat muatan, yang memungkinkan kapal mengikuti ayunan angin dan gelombang, serta selalu dapat kembali tegak dan seimbang.
Ceritanya, sewaktu ia menciptakan teknologi ini, ia sedang mencermati ikan terbang antoni (torani)—mulai dari bentuk tubuh yang montok, sirip, kepala, serta pergelangan ekornya. Dia heran melihat ikan tersebut mampu melayang-layang di atas permukaan air laut. Tubuhnya terangkat lewat pergerakan sirip yang relatif panjang dan dorongan pergerakan tubuhnya sendiri. Ikan ini bisa terbang tinggi bagaikan pesawat udara yang melayang-layang rendah di atas permukaan laut.
"Bentuk tubuh dan sifat-sifat khas ikan antoni inilah yang saya terapkan menjadi desain badan kapal ikan, berikut pemasangan sirip pada bagian lambung kapal. Hasilnya, tingkat kestabilan kapal ikan relatif menjadi lebih tinggi ketimbang jenis kapal ikan lain," tukas pakar teknik perkapalan perikanan lulusan The Graduate School of Marine Science and Engineering Nagasaki University, Jepang, tahun 1993 ini.
Dari inspirasi inilah, Alex—demikian ia akrab disapa—melakukan sejumlah pengkajian dan uji coba. Hasilnya? Stabilitas kapal ikan bersirip, rata-rata melebihi kapal ikan biasa. Hasil ini bisa dibilang cukup menggembirakan. Sebab Alex sudah mengkaji risetnya ini lebih dari satu dasawarsa lamanya, yaitu enam belas tahun. Pengujian dilakuan di Laut Cina Timur, Teluk Ohmura Nagasaki, Perairan Jepang Timur, Teluk Manado, dan perairan di sekeliling Kota Bitung. Sementara, uji laboratorium telah dilakukannya, di beberapa laboratorium ternama, macam: Laboratorium Kapal Ikan di Fakultas Perikanan Hokkaido University, Japan Fisheries Engineering Laboratory, Faculty of Ship Building Soga University, Nagasaki.
Hasil pengujian stabilitas terhadap kapal ikan tipe sabani dari Okinawa menggunakan sirip dalam kondisi statis naik 17 persen. Adapun kala kapal berada dalam kondisi dinamis atau sedang bergerak, tingkat stabilitasnya malah semakin naik, yaitu 22 persen. Dengan melakukan metode yang sama, telah diujicobakan pula beberapa kapal ikan tipe pamo—biasa dipakai nelayan-nelayan di Sulawesi Utara—baik dalam ukuran nyata maupun dalam skala model. Dan hasilnya diperoleh stabilitas kapal pamo dalam kondisi statis meningkat 19 persen. Sedangkan dalam keadaan dinamis meningkat 28 persen. Dashyat.
Atas semua-mua pembuktian tersebut, temuan teknologi kapal ikan bersirip yang didesai berdasar bentuk tubuh ikan antoni, kini sudah dipatenkan atas nama Alex Masengi di Jepang.
Dan, secara rutin, Alex diminta menjadi pembicara dan dosen tamu pada pelbagai kampus di Jepang dan Perancis. Pun sebuah perusahaan galangan kapal di Jepang saat ini, sedang bersiap-siap memproduksi secara massal kapal-kapal ikan bersirip yang teknologinya ditemukan Alex tersebut.
Alex tak memiliki garis keturunan seorang pelaut ataupun nelayan. Bahkan, ia tak besar di lingkungan pesisir. Dia lahir dan besar dalam lingkungan petani di Desa Kinilou, Tomohon, tempat kelahirannya. Dia akrab dengan pertanian palawija, hortikultura, serta budidaya tambak air tawar. Hal ini mengingatkan kita pada sosok Marcopolo yang tak memiliki darah keturunan pelaut, tetapi tetap menjadi pengarung samudra ulung.
Kini, meski ahli kelautan ini mendapatkan rejekinya dari laut, namun Alex yang tetap mencintai alam pegunungan. Karena itu, ia menetap di kaki Gunung (api) Lokon, Kota Tomohon—tepatnya di Desa Kinilou. Rumahnya yang sederhana dikelilingi tambak dan telaga lengkap dengan budidaya ikan mas dan mujair. Pada bagian depan rumahnya terlihat beberapa rumpun pohon bambu yang turut menambah semarak lingkungan rumahnya. Bahkan, rumahnya kerap dimanfaatkan sebagai tempat pertemuan dosen-dosen fakultas perikanan dan ilmu kelautan.
Alex bersekolah di Fakultas Perikanan Unsrat, setelah sempat bekerja di sebuah perusahaan ikan, dan lulus tahun 1984. Selulusnya dari sana, ia mengikuti program master di Faculty of Fisheries Nagasaki University pada 1990. Dan meraih gelar doktor di The Graduate School of Marine Science and Engineering Nagasaki University, Jepang, tahun 1993.
Selain tetap aktif di dunia pendidikan, pun Alex dikenal luas di Sulawesi Utara sebab kegiatannya di pelbagai organisasi pemuda. Saat ini ia tercatat sebagai Wakil Ketua Komisi Pemuda GMIM (Gereja Masehi Injili di Minahasa)—salah sebuah gereja terbesar di Kawasan Timur Indonesia. Ia juga menjadi anggota tim akademisi muda Unsrat yang secara aktif menjelaskan posisi, visi, dan misi Unsrat ke depan.
ALEX sering menyampaikan makalah ilmiahnya di berbagai kampus ternama di Jepang, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat. Dan pernah menjadi konsultan teknik pada Reedbed Technology, Liverpool, Inggris. Di Jepang namanya tercatat sebagai anggota konsultan pembuatan kapal Nagasaki Dream, konsultan pembuatan kapal layar Michinoku-Indonesia. (Lilih Prilian Ari Pranowo)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment