Wadah Prajurit di Kancah Politik

14 July 2008

print this page
send email
Pasca kemerdekaan Indonesia usai dikumandangkan pada 17 Agustus 1945, kondisi negara yang baru terbentuk ini labil. Indonesia yang baru terbentuk belum diakui kedaulatannya oleh lain-lain negara, terutama oleh sang penjajah, Belanda. Medio 1945-1950 Indonesia harus menghadapi serangkaian peristiwa yang harus dihadapi dengan perjuangan fisik melawan Nederlandsche Indies Civil Administration (NICA) yang membonceng tentara sekutu.

Demi menghadapi NICA itulah maka pemerintah Indonesia membentuk organisasi kelaskaran dengan beragam bentuk, corak dan susunannya. Seperti: Tentara Republik Indonesia (TRI), Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI), Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI), Angkatan Darat Republik Indonesia (ADRI). Selain organisasi kelaskaran yang dibentuk pemerintah ada pula organisasi kelaskaran yang dibentuk secara mandiri. Salah satunya adalah Barisan Pembrontakan Rakjat Indonesia (BPRI) yang dipimpin oleh Sutomo atau yang lebih akrab dipanggil Bung Tomo. Tujuan utamanya adalah untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sudah dicapai.

Setelah kedaulatan negara Indonesia diakui oleh Belanda pada 1949, praktis organisasi-organisasi kelaskaran mulai menyatu dengan organisasi-organisasi kelaskaran milik pemerintah. Apalagi Tentara Nasional Indonesia (TNI) sendiri sudah terbentuk dan organisasi bersenjata di luarnya otomatis tidak diperbolehkan. Dengan demikian orang-orang yang bernaung di dalam organisasi bersenjata itu mengubah cara dan bentuk perjuangan mereka ke arah politik praktis yang memperjuangkan aspirasi politik mereka. Pemerintah pun telah membuat kebijakan tertanggal 3 November 1945 yang memaklumkan izin tentang pendirian partai politik.

Oleh karena itu BPRI yang merasa cita-citanya belum tercapai segera mengarahkan organisasinya ke bentuk partai politik. Tiga faktor yang membuat BPRI merasa perlu terjun ke arena politik. Faktor-faktor tersebut adalah soal proklamasi 7 Agustus 1945, soal nasib yang hanya jadi bola permainan orang lain dan mempertahankan diri bersama-sama rakyat yang senasib. Berdasarkan tiga faktor itulah, atas prakarsa pucuk pemimpin BPRI yaitu Bung Tomo, Partai Rakjat Indonesia (PRI) didirikan pada 20 Mei 1950 sewaktu berlangsung musyawarah kaum pejuang (Barisan Djaja Kesuma Kalimantan, Pemberontakan Rakjat Banten, dan lain-lain) di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur.

Selama ini rakyat buta terhadap politik, mereka hanya ikut para petinggi negara menyangkut kebijakan-kebijakan politik. Oleh sebab itu partai yang memiliki basis massa kaum pejuang militan ini memandang perlu adanya sinergi antara rakyat yang buta politik dengan kaum intelek, dalam hal ini para pejuang. Hal ini untuk menumbuhkan kesadaran politik pada rakyat dan untuk mempercepat terlaksananya pembangunan negara. Dengan demikian PRI mendasarkan basis perjuangannya pada kekuatan massa rakyat yang memiliki kesadaran tentang politik dan mampu diorganisir secara massal.

Pada Pemilihan Umum (Pemilu) 1955 untuk merebutkan kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), PRI hanya memperoleh suara sebanyak 206.161 atau sebesar 0,55% untuk 2 kursi di DPR. Sedangkan pada Pemilu 1955 untuk memperebutkan kursi anggota konsituante, PRI hanya mendapatkan suara sebesar 134.011 atau sebesar 0,35% untuk 2 kursi sebagai anggota konstituante. (Lilih Prilian Ari Pranowo)

1 komentar:

  1. artikel anda :

    http://politik.infogue.com/
    http://politik.infogue.com/wadah_prajurit_di_kancah_politik

    promosikan artikel anda di www.infogue.com dan jadikan artikel anda yang terbaik dan terpopuler menurut pembaca.salam blogger!!

    ReplyDelete