Buku, Buat Apa?

18 March 2009

print this page
send email
Bagi para pecinta buku dan dunia tulis-menulis, pernahkah kalian ditanya seperti ini: "Aku masih bingung, buku itu sebetulnya buat apa sih?"

Itu ditanya sama temanku, yah kenalanlah--karena tak pernah benar-benar mengenalnya, waktu kuliah dulu. Aku mengernyitkan dahiku, mikir. Masak sih lelaki tinggi yang berdiri di depanku itu tak mengerti. Dia seorang mahasiswa, sama seperti diriku, harusnya mengerti gunanya buku itu buat apa. Yang mana dalam hati langsung kujawab, tentu saja untuk dibaca dan menambah tingkatan ilmu kita bodoh! Hingga kini cerita itu masih kuingat selalu. Dan tentunya, membikin aku penasaran juga. Apa alasan kawanku bertanya seperti itu? Ditinjau dari sisi akademis seharusnya dia tahu, bahkan fakultasnya bukan ilmu pasti (baca: MIPA) atau ilmu ukur (baca: Teknik), tetapi fakultas sosial. Apa dia tak pernah didorong-dorong dosennya untuk terus membaca ya? Pikiranku terus berkecamuk. Aneh saja.

***

Tiga tahun kemudian, aku menuliskan judul yang hampir mirip dengan pertanyaan kawanku. Ini semua bermula dari kemuakanku terhadap yang namanya tulisan. Entah mengapa, akhir-akhir ini aku tak bisa menikmati apa yang namanya tulisan atau buku. Bukan apa-apa. Tuntutan kerja di bidang penerbitan membuatku bingung memilah. Bagi seorang akademi atau pecinta buku sekalipun, buku adalah jendela dunia. Bagi penerbitan, buku adalah sumber uang. Dashyat. Perbedaan keduanya membuat jurang pemisah yang sangat dalam.

Belum berselang seminggu aku turut dalam pameran. Di sana kutemukan banyak sekali buku-buku bertebaran. Tetapi di sisi lain aku juga menemukan fakta bahwa persaingan sangat keras di sana. Aroma "bunuh-bunuhan" menguar di udara, ketika aku memasuki pintu hall c di JEC. Dan bukannya keinginan untuk mengetahui rahasia dunia lagi, saat aku berada di dalamnya. Apalagi sekarang ini aku mengetahui bagaimana tulisan direduksi sedemikian rupa untuk memenangkan persaingan antar penerbit. Pertanyaan pertamanya: "Hari ini dapat berapa?"

Kenyataan seperti ini lantas membuatku kembali mengingat kawanku yang telah kuceritakan di atas. Sekarang giliran aku yang bertanya: "Buku, buat apa?"
(Lilih Prilian Ari Pranowo)

9 komentar:

  1. Tingkatan, bukan sekadar dbaca ... buku memuat aneka hal bermakna yang diperlukan manusia, agar, hidup lebih hidup he he.

    Kalau mau becanda, perbedaan nyata antara binatang dengan manusia, manusia bisa membaca(buku), binatang ...

    Perbedaan antara manusia, ada yang hanya mampu membaca buku, ada pula yang menproduksi buku untuk dibaca ... he he lagi (becanda aja dulu ya. Salam.)

    ReplyDelete
  2. Kalau di mata saya, pembaca, ya buku buat dibaca. Tapi ada temenku, buku sebagai pengganti obat tidur... baca satu paragraf langsung ngorok deh... :D

    ReplyDelete
  3. hmm kalau buku sudah menjadi bisnis
    memang maknanya jadi berkurang banyak
    bisa saja menjadi "buku berguna untuk disobek diambil kertasnya dan dijadikan bungkus kacang". Dan memang ada sebagian buku bisa dijadikan seperti itu karena mutunya rendah sekali. Dan ironisnya buku seperti itu omzetnya banyak hehehe.
    Sebetulnya jangan bukunya yang disalahkan tapi pemikirannya yang harus disalahkan. Tapi seklai lagi untuk industri buku yang perlu "Hidup" juga tentu butuh buku yang bisa dibeli oleh orang banyak, meskipun akan berakhir menjadi bungkus kacang. Mungkin kala itu kita katakan, itu bukan buku, hanya sejilid kertas.

    Tapi ya sebetulnya buku, apapun itu mencerminkan masyarakatnya kok.

    Di Jepang, buku yang paling laris apa? Mangga dan majalah porno!!!! Dengan mudahnya mereka mengeluarkan kocek membayar 500 yen-an, membaca, memuaskan nafsu dan BUANG! Kemudian oleh pemulung, diambil dari tong sampah, dijual kembali seharga 100 yen. Atau dijual kembali ke toko buku bekas. Dan... dibeli orang lagi. Itu siklusnya.

    Buku oh buku.

    (Tapi tidak ada yang pakai sebagai bungkus kacang...karena di sini tidak ada yang jual kacang hihihi)

    ReplyDelete
  4. buku, buat apa?
    yo macem2 mas.
    bisa buat nimpuk copet,
    buat ganjel dipan yang kakinya pendek sebelah,
    buat ganti bantal (kl bukunya tebel),
    buat diputer2 pake jari kayak pebasket muter2in bola basket,
    trus buat...


    *fufufu... kabur ah, takut ditimpuk buku... :D*

    ReplyDelete
  5. lilih-lilih hari gini kok masih nanya-nanya buku buat apa. Ya buatmu lah karena kamu yang paling tau kegunaannya untik mu... salam revolusi bro...!!

    ReplyDelete
  6. Emang kalo duit & bisnis uda bermain bakalan bisa menggeser sesuatu dari tujuan awalnya.

    tapi makin banyak buku yg laku, penerbit makin untung dan masyarakat makin tahu (cerdas). hehee... lieur euy

    ReplyDelete
  7. buat hiburan, buat pengetahuan, buat siraman rohani :)

    ReplyDelete
  8. @ (Pak) Ersis
    sedikit becanda tak apalah, timbang stres serius mulu euy.

    @ mangkum
    aku pikir caranya dibakar kayak obatnya nyamuk. hehehe.

    @ ikkyu_san
    waduh, sayang amat buku "porn" dibuat buntel kacang, kalau di indon sini, pasti lakunya nggak cuma 100 yen, bu.

    @ yoan
    santai yoan, saya tak bakal nimpuk kamu pakai buku (eman2 bukuku tho yo). sebagai gantinya kamu akan kutimpuk pakai batu! hahaha... "just kid friend"

    @ revolusi
    blog kamu kian banyak yeah. maju perut bro!

    @ beriberry
    intinya saya sepakat bahwa orang2 yang menggantungkan hidup di dunia percetakan dan penerbitan buku harus menjual buku2 laris. tetapi sebagai seorang penulis, saya merasa jengah dengan rutinitas yang sedemikian pikuk.

    @ utaminingtyazzzz
    yeah, anda betul.

    ReplyDelete
  9. Anonymous10:21 PM

    mas lilih tampan iki lho blog aku.

    deti
    http://defiles.wordpress.com/

    ReplyDelete