Meskipun begitu, karya Christian Simamora satu ini cukup unik. Menurut saya gaya bertutur dalam tulisannya seolah-olah berbicara dalam kehidupan sehari-hari. Bo' banget deh. Tauk maksudku kan? Lebih ke arah rempong atau rumpi ibu-ibu tetangga rumah saya. Di mana di setiap adegannya selalu ramai dengan bumbu-bumbu macam ini. Seperti tak ada cara lain untuk mengungkapnya saja. Atau mungkin memang gayanya? Atau
Jujur saja, saya tak begitu menikmati seluruh cerita secara keseluruhan. Di samping, cerita seks yang begitu melulu (Buka-Tembak-Selesai -- meminjam kata Simamora : One Night Stand), tak ada ide lebih menyegarkan dari buku ini.
Awalnya, saya begitu menggebu-gebu ingin membacanya full, ingin mendapatkan lonjak-lonjakan cerita ke cerita. Sebagian dipengaruhi oleh teman-teman yang sudah membacanya. Tapi, mencari-cari hingga ke tengah-tengah, saya merasa kok ya nggak perlu diselesaikan ya buku ini. Saya merasa sudah tahu ke mana cerita ini akan bergulir. Dan lebih sering ke arah membosankannya ketika dibaca. Dan saya memang tak meneruskan buku ini sampai selesai.
Pada akhirnya, saya hanya menebak dalam tiga fase novel ini saja: depan-tengah-akhir. Ketika postingan ini ditulis, saya membaca bagian akhirnya. Dan ternyata benar saja, buntut novel ini seperti yang saya perkirakan.
0 komentar:
Post a Comment