Sains atau ilmu pengetahuan adalah bidang yang tak ubahnya maraton, lari jarak jauh. Lima di antara riset-riset terpanjang dalam sejarah ilmu.
Sains atau ilmu pengetahuan adalah bidang yang proses keberlangsungannya panjang dan tidak mudah. Percobaan yang dilakukan demi suatu pengetahuan yang anyar ini ditantang oleh pergeseran prioritas riset dan teknologi.
Secara teratur juga dibayangi oleh hambatan pendanaan dan perubahan dalam pengawasan. Maka tak ubahnya maraton, lari jarak jauh, ketimbang sprint. Hingga jika akhirnya sampai ke pencapaian, buah itu dilandasi ikatan antara kesabaran ilmuwan yang mengawali dan dedikasi penerus yang melanjutkan "obor" mereka.
400 Tahun Menghitung Titik Matahari
Sains atau ilmu pengetahuan adalah bidang yang proses keberlangsungannya panjang dan tidak mudah. Percobaan yang dilakukan demi suatu pengetahuan yang anyar ini ditantang oleh pergeseran prioritas riset dan teknologi.
Secara teratur juga dibayangi oleh hambatan pendanaan dan perubahan dalam pengawasan. Maka tak ubahnya maraton, lari jarak jauh, ketimbang sprint. Hingga jika akhirnya sampai ke pencapaian, buah itu dilandasi ikatan antara kesabaran ilmuwan yang mengawali dan dedikasi penerus yang melanjutkan "obor" mereka.
400 Tahun Menghitung Titik Matahari
Para astronom mulai merekam kemunculan bintik matahari sejak teleskop diciptakan 400 tahun lalu. Pengamat-pengamat awal tentunya belum punya data mengenai titik hitam di permukaan Matahari itu.
Lalu tahun 1848, Rudolf Wolf, seorang astronom Swiss membuat kalkulasi sistematis yang diadopsi sebagai formula dan digunakan secara internasional dalam menghitung sunspots.
Pada 2011, Frédéric Clette dilantik sebagai direktur baru Solar Influences Data Analysis Center, di Royal Observatory of Belgium. Ia mulai mengumpulkan sedikit demi sedikit hasil foto dan gambar dari 500 orang sejak tahun 1700 dari sekurang-kurangnya 90 pengamat, dua pertiga di antaranya merupakan amatir.
170 Tahun Memantau Gunung Api
Konsistensi aktivitas Gunung Vesuvius—yang terletak di teluk Maples di selatan Italia— selama ribuan tahun telah menyebabkan Vesuvius ini berada di tangga teratas predikat gunung berapi yang dianggap berbahaya. Erupsi terakhir Gunung Vesuvius pada 79 M memusnahkan dan mengubur Pompeii, sebuah kota zaman Romawi kuno.
Observatorium Vesuvius, merupakan stasiun pengamatan vulkanologi tertua di dunia. Sudah secara terus-menerus memantau dari dekat gunung tak ramah tersebut sejak 1841, mencatat semua perubahan seismik dan gejala lainnya untuk mensinyalir apabila ada bencana mendekat.
Observatorium ini memberi kontribusi bagi perkembangan instrumen dalam memonitor aktivitas vulkanik. Macedonio Melloni, kepala observatorium yang pertama, merintis penelitian tentang radiasi panas lava yang krusial bagi studi paleomagnetisme selanjutnya. Di tahun 1856, direkturnya yang kedua, Luigi Palmieri, menemukan seismograf elektromagnetik.
Ada juga antara lain Giuseppe Mercalli, yang pada awal abad ke-20 mengembangkan skala untuk klasifikasi aktivitas vulkanik. Skala itu masih digunakan hingga dewasa ini.
170 Tahun Memanen Data
Riset yang menguji berbagai efek pupuk mineral (buatan) dan pupuk organik (kandang) pada produksi tanaman sejak tahun 1843 ini adalah salah satu contoh bukti bahwa riset jangka panjang memerlukan pengumpulan data yang berlimpah.
Bermula dari John Lawes hingga Andy Macdonald yang mewarisi data penelitian ini pada 2008 lalu. Riset agrikultural ini dilakukan di suatu desa perkebunan di utara London, Inggris bernama Rothamsted.
Macdonald yang kini mengurus seputar 'eksperimen-eksperimen klasik' di Rothamsted Research mengatakan, percobaan perlu diperbarui secara perodik sebab banyak ide baru yang harus diuji relevansinya bagi kondisi pertanian sekarang. Data tidak akan berguna jika mata rantai yang terputus di periode tertentu.
Dari data yang 'dituai', sejauh ini, pupuk nitrogen punya pengaruh terkuat, diikuti dengan fosfor. Panenan data Rothamsted telah mencapai 300.000 tanaman yang diawetkan serta sampel tanah. Di 2003, ilmuwan mengekstraksi DNA dua patogen gandum, dari data yang diambil di 1843 dan menemukan efek dominan emisi sulfurdioksida oleh industri.
90 Tahun Mengidentifikasi Jenius
Lewis Terman, ahli psikologi dari Stanford University, California mengawali sebuah studi terpanjang dalam perkembangan kepribadian manusia.
Tahun 1921, ia menelusur 1.500 lebih anak jenius berbakat. Lalu mulailah dikembangkan studi terhadap mereka, salah satu studi yang pertama di dunia, hingga sembilan dekade ke depan.
Dan sekarang ini telah diperoleh catatan tajam serta mendalam perkembangan manusia, khususnya faktor para jenius. Tujuan utama Terman adalah menyanggah asumsi umum bahwa anak-anak berbakat tidak mampu bersosialisasi.
Meski demikian, ia juga tidak merancang studi dengan sempurna. Sebagian metode penelitian yang dipilihnya terkesan sembarangan. Kemudian di tahun 1980-an, psikolog George Vaillant dari Harvard Medical School di Boston, AS, mempergunakan suplemen ini kembali untuk studi yang lebih luas tentang perkembangan manusia dewasa.
85 Tahun Menunggu Satu Tetes
Di University of Queensland, Brisbane, Australia, pada 1961, Profesor John Mainstone, seorang fisikawan melakukan eksperimen yang dikenal dengan the pitch-drop experiment.
Berpuluh-tahun lamanya, mengukur aliran dari sejumlah bahan cair dengan tingkat kekentalan tinggi (hampir menyerupai substansi padat) ditempatkan dalam suhu ruang. Menunggui aliran yang sangat lambat itu membutuhkan waktu hingga tahunan untuk satu buah tetesan.
1927, Thomas Parnell pertama kali mendemonstrasikan kepada pada mahasiswanya eksperimen ini dengan menggunakan distilasi ter. Cairan itu mengalir melalui corong dan menetes, sekitar satu tetes tiap enam hingga 12 tahun!
Mainstone yang saat ini memasuki usia 78 tahun bahkan sudah mempersiapkan rekannya yang lebih muda untuk melanjutkan eksperimen setelah ia tiada. (Gloria Samantha. Sumber: Nature News/National Geographic)
0 komentar:
Post a Comment