Perbatasan Goryeo. Tahun ke- 5 Pemerintahan Raja Gongmin, 1355
Pagi itu juga mirip seperti hari ini. Pertengahan musim gugur, langit berawan, tercium aroma bunga krisan dan angin terasa mulai dingin. Sudah cukup lama tidak mengunjungi tempat ini. Sungguh mengherankan, hanya dalam waktu empat tahun, tempat ini sudah dipenuhi bunga krisan.
Saat itu, aku terakhir kali melihat Imja. Aku tidak bisa mengantarnya pergi dengan baik. Aku bahkan hampir saja kehilangan nyawaku lagi dan Imja semakin menjauh. Tapi aku yakin satu hal, seperti biasanya Imja akan baik-baik saja. Aku percaya itu.
Empat tahun lalu, saat aku tahu kalau obat penawar racun Imja rusak dan tidak ada harapan untuk mendapatkan obat lagi, aku memutuskan untuk segera mengantar Imja pulang ke langit. Aku bertekad menunggu pintu langit itu terbuka bersamanya disana. Imja dengan keras kepala menolaknya.
Imja akan mencoba membuat obatnya disini dan tetap tinggal disini. Imja bahkan lebih sibuk memeriksa tanganku yang gemetaran, katanya ini bukan penyakit tapi masalah pikiranku saja.
Aku berusaha meyakinkan-nya kalau aku akan makan dengan teratur, akan tidur dengan baik dan akan hidup dengan baik. Aku bahkan berkata akan melupakannya, meskipun untuk ini aku sendiri tidak yakin akan sanggup melakukannya. Aku hanya ingin Imja tidak merasa cemas dan pulang demi keselamatan nyawanya.
Tapi Imja justru berkata tidak akan baik-baik saja, ia tidak akan tahan sendirian dan akan mulai mencariku. Kalau Imja tidak bisa menemukan pintu itu, dia akan berkeliaran di dunia yang sudah menjadi asing baginya.
Aku merasa sedih, aku berpikir kami masih memiliki sekitar 7-8 hari, jadi aku berjanji akan berada disisi Imja dan melakukan apa saja untuk membuatnya tertawa.
Bangsawan Deok Seong melarikan diri bersama keluarganya. Tapi kami yakin mereka masih ada di ibukota dan akan semakin memperketat penjagaan di perbatasan. Aku tidak ingin Bangsawan Deok Seong bertemu Ratu Ki. Raja justru memberiku tugas baru, membentuk unit Choong Young untuk mulai menyerang Ssang Seong.
Aku tidak sanggup melakukannya saat ini, jadi aku berkata pada Raja kalau sepertinya aku mengikuti langkah guruku, aku harus meletakkan pedang karena sudah terasa berat. Aku janji akan melayani Raja selama 7 hari ini sebelum berangkat mengantar Imja. Tapi Raja marah dan berkata ia akan tetap menungguku.
Aku memutuskan mengajak Imja memeriksa kediaman Deok Seong, disana Imja tidak berhasil menemukan buku catatannya. Sayang sekali.
Aku tanya apa yang disukai Imja di rumah ini. Imja ternyata suka makanan, pakaian indah... Apa? pakaian indah? untuk apa barang2 itu? Tapi Imja menyukainya, bahkan yang mahal katanya. Hanya bangsawan yang bisa mengenakan pakaian seperti itu, apa dia itu bangsawan? Tapi baiklah, karena Imja menyukainya, aku bisa saja membelinya.
Selain itu, Imja juga suka ..hari yang berangin, hujan..terutama saat hujan mulai turun, saat hujan membasahi dahinya satu per satu. Membuatnya melihat ke langit, lalu bunya krisan kuning, warna biru dan abu. Biru dan abu? bukankah itu seragam kami?
Imja tiba-tiba tanya apa yang kusuka. Aku hanya suka satu hal saja saat itu..yaitu Imja.
Aku memutuskan mengajak Imja pergi untuk membeli apapun yang dia inginkan. Coba lihat...wajah Imja kelihatan sangat senang. Aku tidak percaya, Imja memang sesenang itu rupanya. Aku senang karena paling tidak Imja bisa tersenyum.
Malam itu aku berpikir, apa benar pedang bisa tiba-tiba bertambah berat? Imja berkata pedang ini bagaikan tubuhku sendiri, bagaimana aku bisa menganggap pedang ini tiba-tiba tidak berarti? Aku tahu ini bukan masalah penyakit atau kesehatanku, ini masalah hatiku.
Imja belum menyelesaikan obat penawarnya yang baru, tapi paling tidak dia tidak demam. Masih ada 10 hari lagi menjelang pintu itu terbuka, ada banyak hal yang ingin kulakukan untuknya.
Aku segera menyelesaikan rencana Kesatuan Choong Young yang diinginkan Raja. Aku berusaha menulis semua detilnya, dari mulai jumlah pasukan yang dibutuhkan, hierarki kepemimpinannya, rencana latihannya sampai kebutuhan logistik yang diperlukan. Raja memiliki rencana mendapatkan kembali Ssangseong jadi semua harus dipersiapkan dari sekarang. Aku memberikan rencana itu pada Suk, memintanya menyerahkan draft itu pada Raja, masih banyak detil yang kurang tapi aku tidak punya banyak waktu jadi sementara itu dulu.
Pagi itu terjadi sesuatu yang mencurigakan, Bangsawan Deok Seong dan kedua adik seperguruannya datang menyerahkan diri, Deok Seong ingin bertemu Imja. Mencurigakan, apa lagi yang mereka rencanakan. Tapi Imja bersedia bertemu Deok Seong.
Bangsawan Deok Seong memiliki penyakit dan ia ingin Imja menyembuhkannya. Deok Seong sudah memiliki segalanya yang bisa dibeli dengan uang, tapi masih merasakan lapar. Perasaan lapar yang sampai membuat tubuhnya sakit. Deok Seong ingin pergi ke dunia Imja, ia berharap bisa mendapatkan sesuatu di dunia itu yang bisa menyembuhkan rasa laparnya.
Secara pribadi aku merasa kasihan pada Deok Seong. Aku tidak mengerti rasa lapar seperti itu karena aku sudah lama belajar mengenai rasa cukup dari Aboji. Imja juga berkata dengan penyakit seperti itu, ia juga tidak bisa menyembuhkan Deok Seong. Bahkan di dunia Imja, pasien dengan penyakit seperti Deok Seong sangat banyak. Aku sedikit terkejut mendengarnya, benarkah? Apa dunia Imja penuh berisi orang seperti Deok Seong? Separah itukah?
Kami tidak bisa melakukan banyak untuk Deok Seong. Sepertinya Deok Seong mulai murka, aku tidak suka melihatnya.
Imja mulai demam, ia berusaha menyembunyikannya dariku. Lalu berkata ia punya satu cara lagi untuk menyembuhkan racunnya. Ia ingin mencobanya dan membutuhkan bantuan kami. Aku langsung bersedia membantu, apapun yang bisa kulakukan demi keselamatannya pasti akan kulakukan.
Kami melihat Raja melukis Yang Mulia Ratu di taman. Keduanya sangat serasi dan Imja terlihat sangat menyayangi mereka. Raja membicarakan Deok Seong tapi aku minta ijin tidak membahas masalah orang itu dan untungnya Raja mengerti. Imja bahkan meminta kami berdiri bersama dan ia mengamati kami satu per satu, apa maksudnya. Mungkin Imja ingin mengenang kami sebelum ia pulang ke langit.
Imja ternyata akan melakukan sesuatu yang berbahaya. Ia ingin makan racun Nokju untuk melawan racun Bi Choong. Deok Man bahkan memberikan racun itu pada Imja tanpa sepengetahuanku..anak itu, aku pasti akan menghajarnya nanti.
Aku marah sekali bagaimana kalau ini tidak berhasil, bukankah berarti hari ini adalah saat terakhir kami? Imja benar2 keterlaluan. Aku berpikir kami masih memiliki 8 hari lagi sampai pintu itu terbuka, kenapa tiba2 sekarang tinggal 1 hari?
Tapi Imja berkata ia punya keyakinan kalau ini pasti berhasil, ia tidak ingin menunggu saat terakhirnya sambil menangis dan diam saja. Apalagi luka di lengannya semakin parah, ini sudah sangat mendesak. Imja yakin akan baik-baik saja. Dia selalu seperti itu, membuatku frustrasi.
Imja minum racunnya dan semalaman aku menungguinya. Demam-nya tinggi sekali. Sampai pagi, demamnya tidak juga turun. Bibi ikut mengeceknya dan tampak cemas. Aku meminumkan obat yang dibawa Imja dari langit, menurutku obat itu lumayan bagus, jadi siapa tahu berhasil.
Kami masih menunggui Imja saat Dae Man lari masuk. Ia lapor tentang Deok Seong yang membuat keributan. Aku terpaksa meninggalkan Imja, berat sekali rasanya. Tapi ada Bibi yang menjaganya, paling tidak aku bisa tenang.
Aku masuk ke Balairung Istana dan melihat mayat Woodalchi yang bergelimpangan. Aku terkejut, sepertinya Deok Seong mulai berulah lagi. Ternyata Deok Seong ingin membawa Imja. Aku tidak mungkin membiarkannya.
Tanganku mulai gemetar dan Deol Bae ingin mengalihkan perhatian Ki Cheol dariku. Aku stres melihatnya, dia bukan tandingan Ki Cheol saat ini. Tapi anak itu tidak peduli dan tetap menyerang Ki Cheol. Aku teriak sekuat tenaga melarangnya, tapi terlambat. Deol Bae meregang nyawa di tangan Ki Cheol.
Aku meraih pedang dan menyerang Ki Cheol, tapi langsung dipatahkan begitu saja. Aku terkejut tapi tidak peduli, aku langsung mendekati Deol Bae. Anak itu..dia sempat tersenyum sebelum menghembuskan nafas terakhirnya di lenganku. Aku kehilangan seorang Woodalchi terbaikku lagi, cukup sudah. Aku tahu sekarang, aku harus mengangkat pedangku demi negeri ini.
Aku berseru minta pedang dan menahan serangan Deok Seong sekuat tenagaku. Aku melarang semua mendekat dan bertekad melawan Deok Seong sendiri. Raja mencemaskanku tapi aku menenangkannya, sekarang aku tidak apa-apa, aku bisa merasakan tanganku semakin kuat. Aku berhasil mematahkan pedang Deok Seong, membuatnya kebingungan.
Deok Seong mulai strategi baru dengan mengacaukan pikiran Raja dan mencoba menggoyahkan kepercayaan diantara Raja dan aku. Deok Seong bahkan ingin membantuku menjadi Raja, apa dia sudah gila? Rakyat lebih mengenalku dibanding Raja katanya. Aku jadi ingat, mendiang guru juga menghadapi tantangan yang sama, tapi saat itu guru melarikan diri.
Raja memintaku memberikan jawaban. Aku mengerti, Raja menunjukkan kalau dia percaya total kepadaku. Aku tahu itu, jadi aku menjawab aku sudah memiliki Raja, aku tidak punya keinginan lain lagi.
Deok Seong tiba2 pergi setelah mendengar jawabanku, sepertinya ia sengaja mengulur waktu. Aku bergegas lari kembali ke markas, aku harus melihat Imja.
Dae Man lapor dengan tubuh terluka bakar kalau mereka berhasil membawa Imja. Aku bagai disambar petir, tapi bersyukur karena tidak harus kehilangan Dae Man juga.
Rohku serasa terbang saat melihat Imja benar-benar menghilang. Hanya ada bibi yang berkata kalau Imja sudah sadar tapi tidak yakin apa kondisinya sudah membaik. Bibi memintaku tetap di tempat dan menunggu. Aku teriak marah, aku sudah menunggu! Selama ini aku menunggu! Aku benar-benar akan mati rasanya.
Aku menemui Raja. Raja sepertinya sudah siap melepasku jika aku memutuskan pergi bersama Imja. Tapi aku memberikan jawaban, aku sudah kembali ke sisi Raja, aku hanya minta Raja membantuku menolong wanita yang kucintai. Raja terdiam, dia seperti hampir menangis mendengar kata2ku.
Setelah mendengar rombongan Deok Seong terlihat di Seo Kyeong, aku bergegas menyusul mereka. Sepertinya aku mengikuti jejak yang benar, aku menemukan pesan dari Imja, pesan yang ditulis dalam bahasa langit itu, "aku baik-baik saja".
Aku bergegas pergi, memacu kudaku secepat mungkin agar bisa tiba di dekat pintu langit itu bersamaan dengan mereka.
Mereka sudah melintasi sungai dan sampai di tanah Yuan. Aku juga pergi kesana dan menemukan penginapan itu. Pintu penginapan dikunci, jelas mereka ada di dalam, aku langsung mendobraknya dan bertarung melawan mereka.
Aku berhasil melumpuhkan anak buah Deok Seong. Bangsawan Deok Seong sendiri sepertinya melarikan diri lalu aku berbalik dan melihat..Imja.
Imja ternyata berhasil mengalahkan racunnya dan sekarang kami bisa bersama. Aku benar-benar bahagia.
Tapi malam itu aku memutuskan untuk memberi kesempatan pada Imja pulang dan mengucapkan selamat tinggal pada orang-orang yang dicintainya di dunia langit sana. Aku tahu ini sangat beresiko, tapi jika Imja tinggal disini begitu saja, mungkin kelak dia akan menyesalinya.
Imja takut Deok Seong juga ada disana. Aku menenangkannya, aku mungkin menang melawan Deok Seong kali ini.
Saat kami pergi ke pintu itu, Deok Seong sudah disana, kelihatannya kurang baik.
Orang itu murka karena tidak bisa masuk ke lorong waktu itu. Ia tanya kenapa tidak bisa. Imja tidak tahu, aku juga heran karena waktu itu, aku jalan saja ke dalamnya.
Deok Seong marah dan ingin menyeret Imja masuk ke sana. Aku berusaha menghalanginya dan melemparkan pedangku ke punggungnya. Deok Seong luka, tapi masih sanggup mengerahkan tenaga dalamnya untuk menyerangku terakhir kalinya. Tiba-tiba tubuhku membeku, rasanya semua organku membeku.
Aku jatuh tidak bergerak. Deok Seong juga terjatuh disana. Imja tampak panik, kasihan sekali dia tampak ketakutan. Imja menangis dan berusaha menyelamatkanku.
Tiba-tiba suasana menjadi sunyi, aku tidak bisa mendengar apapun (based on pengalamanku dulu yang hampir pingsan hehe..aku tidak bisa mendengar apa-apa, tapi tetap melihat orang yang bicara dan bergerak.). Tidak terdengar suara Imja, hanya bisa melihatnya yang ketakutan. Kenapa harus wanita ini? Dari semua yang ada di langit sana, kenapa harus wanita ini? Aku juga tidak tahu...saat itu aku hanya melihatnya.
Deok Seong sepertinya masih sanggup berdiri, ia ingin memenggal kepalaku, untungnya Deok Seong juga luka parah jadi ia meleset. Pedangku hanya berjarak kurang dari sejengkal dari kepalaku. Deok Seong menarik Imja ke arah lorong itu..aku tidak bisa mencegahnya. Aku hanya bisa melihat Imja yang semakin menjauh..
Selama ini aku sudah menyia-nyiakan banyak waktu hanya untuk memikirkan kenapa harus wanita itu. Aboji ...sekarang aku tahu kenapa. Tapi apa ini sudah terlambat?
Aku mencemaskan Imja, dimana dia sekarang. Tapi Imja pasti akan berkata seperti ini "Aku baik-baik saja, semuanya akan baik-baik saja. Ini hanya awalnya saja"
Aku menutup mataku dan rasanya sangat sunyi. Tubuhku semakin ringan dan aku melihat semua hal yang kualami bersama Imja. (Salah satu tanda orang hampir meninggal memang biasanya melihat kembali pengalaman hidupnya seperti film.)
Tidak tahu berapa lama, aku mulai merasakan tetes-tetes air hujan di dahiku. Hujan?
Terdengar suara Imja "Aku suka saat hujan mulai turun. Satu demi satu, saat tetesan air hujan mulai mendarat di dahiku. Huh? itu membuatku mendongak seperti ini."
Aku merasa lenganku mulai bisa bergerak. Hujan ini mungkin mencairkan kebekuan tubuhku. Aku membuka mataku dan melihat ke samping, ada bunga kuning kesukaan Imja..ada sesuatu diantara bunga kuning itu...aku berusaha menariknya. Tanganku terasa kaku sulit sekali menggapainya. Tapi aku bisa mendengar bunyi detak jantungku sendiri.
Akhirnya aku bisa mendapatkan benda itu, benda ini mirip...dengan tempat obat langit milik Imja..sejak kapan benda ini ada disini..isinya seperti bunga yang berabad-abad lamanya. Imja...pasti imja. Benda ini pasti dari Imja.
Hujan semakin deras tapi hatiku rasanya akan meledak karena bahagia. Imja ada di satu tempat dan Imja pasti akan kembali padaku. Aku percaya itu.
Aku memenuhi janjiku pada Imja, aku hidup dengan baik. Istirahat dan makan dengan teratur. Aku tidak memiliki masalah dengan pedangku lagi karena saat ini aku memutuskan mengangkat pedang untuk negriku.
Raja sepertinya mengerti kalau aku ingin selalu berada di perbatasan menunggu Imja. Raja memintaku ke Yuan untuk membantu Yuan mengatasi pemberontak. Aku berangkat dengan pasukan baru yang kubentuk, lebih terorganisir dan terstuktur ke Yuan.
Pemberontak itu ingin menggulingkan Yuan dan berasal dari Sekte Teratai Putih dan sekarang mereka menggunakan Sorban merah sebagai identitasnya. Aku bertemu Yi Seonggye dan anak itu sudah menjadi prajurit yang hebat, dia ahli sekali dalam memanah. Wilayah ini adalah wilayah ayahnya, kami bekerja sama. Pasukanku dan pasukan Yi Seonggye berhasil memenangkan lebih dari 30 pertempuran. Raja mendengar ini dan ia sangat senang.
Aku menghadap Raja dengan laporan mendetil tentang situasi perpolitikan Yuan. Pemberontak Sorban merah ini sebenarnya lumayan kuat. Salah satu pemimpin pemberontak ini Zhu Yuanzhang, menurutku dia seorang yang ambisius dan berbahaya untuk Yuan. Dia ingin membangun kembali dinasti Han yang runtuh dan mendapat dukungan dari rakyat yang memang sebagian besar adalah suku Han.
Raja merasa saat inilah waktunya untuk merebut kembali perbatasan Goryeo yang hilang di tangan Yuan. Aku mengerti, aku juga senang dengan ide ini karena membuatku akan selalu berada di dekat perbatasan, menunggu Imja. Aku berangkat ke perbatasan dan mendirikan markas di sekitar sungai Yalu. Kami berhasil merebut kembali beberapa kota di sebelah Barat sungai Yalu. Tidak terkira senangnya Raja mendengar berita ini.
Hari ini, setelah aku bersama pasukan tiba di perbatasan untuk kesekian kalinya, aku langsung pergi ke bukit ini. Tempat dimana Imja menghilang. Aku pergi begitu saja, hanya Dae Man dan Deok Man yang mengetahuinya. Kurasa Choong Suk bisa mengurus pasukan untuk beberapa hari. Aku akan menunggu disini seperti biasa. Paling tidak aku harus menunggu selama 3 hari karena biasanya selalu terjadi sesuatu dalam 3 hari. Mengherankan, tempat ini sekarang dipenuhi bunga kuning. Bunga kesukaan Imja. Jika sudah penuh bunga seperti ini, apakah Imja akan datang? Tapi aku percaya satu hari, Imja pasti akan datang.
Aku mendengar suara langkah seseorang di belakangku. Sepertinya bukan Dae Man karena anak itu langkahnya tidak seberat ini. Apakah dia...
Imja. ternyata memang Imja. Dia sama sekali tidak berubah.
Aku berdiri mendekat dan memandanginya, ini benar-benar suatu keajaiban..akhirnya kami akan bersama selamanya. Aku tidak tahu apa yang sudah ia jalani untuk sampai disini, untuk bertemu diriku lagi, tapi satu hal yang pasti, aku tidak akan melepaskannya lagi selamanya. Jika aku bisa memilikimu Imja, itu bukan untuk hari ini, atau beberapa hari tapi untuk selamanya.
CY-Diary [1], [2]
Notes
Choi Young's diary selesai. Sebagian isinya dari drama, dari naskah Song Ji Na yang tidak difilm-kan (usul Farra sesuai dengan pikiranku memang), dari sejarah dan dari imajinasiku sendiri.
(Menunggu selama 3 hari = FYI dalam kepercayaan orang Ibrani, orang yang sudah meninggal masih ada kemungkinan hidup dalam 3 hari, tapi kalau sudah masuk hari ke-4 berarti memang sudah benar2 meninggal. Jadi aku anggap Young selalu menunggu selama 3 hari karena dalam 3 hari biasanya terjadi sesuatu yang ajaib.)
Choi Young Jang Gun Myo |
Makam mereka juga ditumbuhi bunga kuning. Bunga krisan kuning yang kata Lee Yeon Jae (SOAW), akan semakin kuat dan semakin cantik kalau udara semakin dingin. Bunga yang tumbuh di musim gugur, yang bertahan melalui kerasnya musim panas dan semakin indah di kejamnya musim dingin.
Dan satu info lagi, katanya Ms. Song Ji Na akan merilis novel Faith, Natal tahun ini, tentunya dalam bahasa Korea. Sepertinya karena banyak pertanyaan dari fans jadi dia memutuskan membuat novelnya aja ya biar terjawab semua. Pasti sold out deh. Kebayang kan..dingin2, salju turun tipis2 dalam suasana Natal yang hening, di ruangan penuh aroma cemara, baca Novel Faith sambil minum coklat hangat hahaha..pinter memang mereka ini mencari timing penjualannya.
Goodbye Choi Young Jang Gun. Your story will remain in our heart forever.
Thank you for reading.