Si Kancil Kecil, Adam Malik

24 October 2007

print this page
send email
Adalah Adam Malik, seorang laki-laki dari Pemantang Siantar, Medan, Sumatra Utara yang lahir 22 Juli 1917. Sekitar tahun 1910-an merupakan dekade pertama pergerakan kebangsaan dalam arti yang sesungguhnya. Pada dekade ini muncul beberapa organisasi pergerakan yang memberikan dasar-dasar bagi pola-pola dan arus aliran pergerakan dua dekade berikutnya.

Terbentuknya Sarekat Dagang Islam yang kemudian berubah menjadi Sarekat Islam, pendirian Boedi Oetoemo tahun 1908, serta IP (Indsische Partij) menguatkan indikasi tersebut. Di tengah-tengah suasana masa pergerakan inilah Adam Malik lahir ke dunia ini. Dan secara tidak langsung, mempengaruhi terbentuknya karakter Adam Malik yang memiliki watak keras dan cita-cita yang tinggi untuk menggapai impian.

Adam Malik memiliki ibu bernama Salamah Lubis dan ayah bernama Abdul Malik Batubara. Pada waktu itu, sebagai kaum pedagang orang tuanya tergolong orang kaya, sehingga dapat menyekolahkan Adam Malik di HIS (Hollandsch Inlandsche School). HIS merupakan sekolah rendahan Belanda Bumiputera di zaman Belanda, di mana diajarkan bahasa Belanda sejak kelas satu sampai kelas terakhir, kelas tujuh. Namun hanya sampai kelas lima saja, Adam Malik bersekolah HIS.

Walaupun Adam Malik tidak bersekolah lagi, setiap hari ia membantu ayahnya di toko. Selain pendidikan formal yang hanya sampai kelas lima, Adam Malik pernah masuk pesantren di Parabek, Bukittinggi. Masa kecilnya itu dihabiskannya dengan perbenturan langsung atas kehidupan keluarganya yang berkecukupan dengan kenyataan hidup kaum buruh perkebunan karet Pemantang Siantar. Sekitar tahun 1930-an, Sumatra dibanjiri oleh para buruh kontrak perkebunan karet. Saat itu, Abdul Malik memasok barangnya ke daerah perkebunan karet tersebut. Karena ketika gajian para buruh perkebunan tiba, mereka akan menghabiskannya untuk membeli keperluan. Saat itu Adam Malik turut serta bersama ayahnya. Persentuhan inilah yang membawa arti tersendiri dalam hati Adam Malik.

Adam Malik melihat kenyataan bahwa para buruh tersebut, meskipun menerima gaji, mendapatkan tekanan batin dan menderita fisiknya. Hal tersebut mengingatkannya pada ajarannya Haji Mucthar Lutfi dari PERMI (Pergerakan Muslim Indonesia) dan Rasuna Said (seorang tokoh pers Indonesia), pada waktu mengaji di Parabek dulu. Bahwa penindasan sesama manusia itu tidak dibenarkan oleh Tuhan dan ini mesti ditentang dan dihapuskan. Dalam proses sosialisasi politiknya, realitas kemiskinan ribuan kuli kontrak di Sumatra Timur, menggodanya untuk mempertanyakan mengapa ada hal seperti itu. Hal itu membawanya pada satu kata: penjajahan. Dengan demikian kata “penjajahan” (sebagai suatu konsep politik), segera masuk ke dalam pikirannya mendorongnya untuk lebih memahami maknanya dan akhirnya mendorongnya mengambil keputusan untuk terjun ke dunia politik.

Dalam jiwa muda Adam Malik, ia sudah terpikat beberapa ajaran dari tokoh favoritnya yaitu Ibrahim Gelar Sutan Malaka atau yang lebih dikenal dengan: Tan Malaka. Filsafat yang terkenal dari Tan Malaka adalah Materialisme-Dialektika. Tahun 1924, Tan Malaka (salah satu tokoh pergerakan yang ternama) membuat sebuah buku yang berjudul “Menuju Republik Indonesia”. Segera buku tersebut menjadi referensi kaum pergerakan di Indonesia. Tan Malaka memiliki arti tersendiri di mata Adam Malik dan kawan-kawan. Hal ini terbukti dengan dilahapnya bahan-bahan yang berasal dari PARI, yang dibentuk oleh Tan Malaka di Bangkok dengan tujuan membentuk Negara Indonesia Merdeka. PARI kemudian menjadi Proletaris Asia Republik Internasionale.

Setelah tahun 1927 membentuk PNI, tanggal Desember 1929, Sukarno dan tujuh pemimpin PNI lainnya dipenjarakan; September 1930 mereka diadili karena:
cikut serta dalam organisasi yang tujuannya melakukan kejahatan dan juga…dengan sengaja menyatakan diri mereka dalam kata-kata yang menganjurkan pengacauan ketertiban umum dan menumbangkan kekuasaan Hindia Belanda.

Hukuman yang dijatuhkan kepada mreka antara satu dan tiga tahun; Sukarno dihukum tiga tahun. PNI dinyatakan terlarang. Akan tetapi, ke depannya hukuman Sukarno dikurangi, pada tahun 1931, Sukarno dibebaskan dari penjara dan masuk kancah arena perpolitikan lagi. Partindo didirikan untuk menggantikan PNI yang telah dinyatakan terlarang. Dan pertengahan tahun 1933, Partindo telah mencapai jumlah 50 cabang dan 20.000 anggota.

Tahun 1931, sidang Dewan Rakyat (Volksraad) telah mengancam gerakan kebangsaan secara umum, sehingga akan menggunakan tangan besi dalam menghadapinya. Dua tahun kemudian, tanggal 1 Agustus 1933, dikeluarkanlah undang-undang yang kerap kali disebut Vergader Verbod. Pada intinya undang-undang tersebut isinya melarang para anggota masyarakat dalam bentuk apapun mengadakan musyawarah, rapat, diskusi secara terbuka tanpa izin dari pemeritah Hindia Belanda. Atas dasar itulah, tahun 1934, Adam Malik ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara selama dua bulan. Dalam suatu rapat di rumah Soetan Pangoerabaan Pane (ayah Sanusi Pane), yang dihadiri oleh tujuh orang undangan. Karena waktu itu Adam Malik menjabat ketua Partindo cabang Pemantang Siantar. Hal tersebut bisa dikatakan bahwa Adam Malik merupakan salah satu ancaman berbahaya bagi pemerintahan HindiaBelanda.

Sekeluarnya Adam Malik dari penjara, pada tahun itu juga, ia ke Jakarta. Di Jakarta, Adam Malik tinggal di bagian kota, yaitu di Buitentijgerstraar, tempat seorang kenalan yang juga pengikut Tan Malaka. Namanya Jahja Nasution yang mempunyai kantor Tata Usaha, yang pada akhirnya dibuang ke Boven Digul. Sekitar tahun 1936-an, pemerintah Hindia Belanda mengadakan penangkapan besar-besaran terhadap orang-orang yang dianggap aktif dalam organisasi PARI dan para pengikut Tan Malaka. Kembali Adam Malik terciduk dan merasakan pengabnya udara penjara, yang berada di Gang Tengah Salemba. Di sini Adam Malik bertemu seorang kawan yang kelak bersama-sama dua orang lainnya mendirikan Antara, bernama Pandoe Kartawigoena. Pandoe merupakan anggota Persatuan Pemuda Rakyat Indonesia (Pepri). Di tengah kegamangan suasana penjara dan persahabatannya dengan Pandoe, Adam Malik merencanakan membangun jaringan komunikasi yang dapat mencakup masyarakat luas.

Selepas keluarnya dari penjara, Adam Malik dan Pandoe Kartawigoena mulai mewujudkan idenya. Ditemuilah Djohan Sjahruzah, seorang mahasiswa hukum. Pertemuan ini membawa mereka mengadakan rapat di rumah Haji Agus Salim, di sanalah rencana tadi dimatangkan. Tepat tanggal 13 Desember 1937, Adam Malik, Soemanang, A.M Sipahoetar dan Pandoe Kartawigoena memproklamirkan berdirinya Antara. Nama Antara diambil dari salah satu surat kabar di Bogor, yaitu: Perantaraan. Meskipun, waktu pengambilan keputusan tersebut Adam Malik tidak hadir, dia tetap ditunjuk sebagai ketua. Antara berkantor di Buitentijgerstraar (yang kini menjadi jalan Pinangsia) No. 30 Jakarta Kota.
Sebelum kedatangan Jepang, tahun 1940-1941, Adam Malik aktif menjadi anggota dewan Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia). Ketika Jepang datang dan mendirikan pemerintahan militernya di Indonesia, Jepang membredel seluruh kantor radio yang ada di Indonesia. Satu-satunya yang diijinkan kantor radio yang bernama Domei, yang merupakan peleburan Antara. Ditunjuk untuk menjabat pemimpin utamanya adalah Adam Malik. Peran Adam Malik di dalam Domei adalah dalam pencaharian berita tentang situasi dan kondisi arah dari jalannya peperangan di Laut Pasifik dan bahan yang penting untuk diteruskan pejuang bangsa secara sembunyi-sembunyi.

Di zaman Jepang, Adam Malik aktif bergerilya dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, pernah melarikan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta. Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen.

Akhir tahun lima puluhan, atas penunjukan Soekarno, Adam Malik masuk ke pemerintahan menjadi duta besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan Polandia. Karena kemampuan diplomasinya, Adam Malik kemudian menjadi ketua Delegasi RI dalam perundingan Indonesia-Belanda, untuk penyerahan Irian Barat di tahun 1962. Selesai perjuangan Irian Barat (Irian Jaya), Adam Malik memegang jabatan Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965). Pada masa semakin menguatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia, Adam bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Nasution dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi.

Bulan Mei 1950, Adam Malik dan Mochtar Lubis berangkat ke berbagai negara di Asia Tenggara, antara lain: Singapura, Malaya, Burma, Hongkong dan Philipina selama satu bulan. Perjalanan itu merupakan penjajagan, sebab tidak tiap Negara mempunyai kantor beritanya sendiri. Bulan Agustus 1951, usaha itu diteruskan oleh Adam Malik sediri beberapa waktu kemudian. Tujuan utamanya ialah Eropa. Maksud perjalanan: mengadakan hubungan dengan kantor-kantor berita di luar negeri dan dengan pers umumnya. Sejak tanggal 13 Desember 1962, status Antara sebagai lembaga langsung berada di bawah presiden diatur dengan SK presiden No. 37 tahun 1962; terhitung sejak 15 Oktober 1962 namanya menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara. Sejak 13 Desember 1962, dengan SK presiden No. 375 tahun 1962, Persbiro Indonesia (PIA) dilebur ke dalam Antara.

Sewaktu Antara dikuasai kaum Komunis, Adam Malik dikucilkan, tetapi sejarah mencatat bahwa akhirnya dia tetap diakui sebgai salah seorang sesepuh Antara. Sewaktu merayakan hari ulang tahunnya yang ke-41, pelbagai upacara peringatan diadakan di ruang pertemuan kantor wakil presiden. Di tahun 1970-an, Adam Malik sempat menjabat sebagai Ketua MPR/DPR 1977-1978 dan Wakil Presiden RI (23 Maret 1978-1983). Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H.Adam Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker lever. Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga memberikan berbagai tanda kehormatan.
(Lilih Prilian Ari Pranowo)

1 komentar:

  1. mas, lagi rame nih...salah satu bapak bangsa kita, Adam Malik dikatakan dalam sebuah buku, adalah agen CIA...gimana nih???

    ReplyDelete