Sakit

10 November 2008

print this page
send email
Ingatlah sehat sebelum sakit.

Kata-kata di atas memang sebuah nasehat Nabi Muhammad SAW berabad lampau. Ditujukan kepada kaum muslimin seluruh dunia. Kali menulis tulisan ini, aku sakit. Memang cuma “agak” masuk angin. Tapi rasanya mbliyeng-mbliyeng betul? Tak berlebihan jika kusebut rasa “agak” sakit itu terasa hingga kesekujur tubuh.

Belakangan bulan ini, hidup saya seolah berada dalam bayangan. Waktu melek saya dimulai dari jam 7, terus bertahan hingga malam sudah melarut di jam 12. Itu pun kadang masih saya jejali membaca atau nonton tv sampai jam 1 pagi. Begitulah saya berutinitas. Suatu rutinitas yang buruk.

Beberapa pakar ahli membagi waktu sehari dalam tiga bagian: tiap delapan jam. Delapan jam kerja. Delapan jam istirahat. Delapan jam tidur. Meski tahu pembagiannya, sumpah mampus sulit bagiku mengikuti formulasi tersebut. Berulangkali kucoba berusaha menetapkan segala sesuatu bersesuaian dengan jadwal. Sebanyak usaha yang kucoba terapkan itu pula aku gagal.

Aku pun memaklumkan sebuah pledoi atas segala aktivitas burukku. Perlahan-lahan sebuah daftar cita-cita yang ingin saya raih tergambar di dalam benak yang mulai kusut dengan pelbagai masalah. Sebuah kilauan keinginan ragawi yang tentunya didamba setiap makhluk bernama manusia.

Konsekuensi dari kebiasaan hidupku? Tubuh lemes. Susah makan. Mata cekung. Kerempeng. Dan yang paling fatal dari semua itu adalah sakit. Sakit berkebalikan dengan sehat. Sakit mengganggu aktivitas. Sakit? Yah tidak enaklah. Mau apa-apa serba salah. Mau gerak tak bisa. Mau diam membosankan. Yap. Didera rasa sakit merupakan hal yang paling tidak mengenakkan.

Dan kalau tubuh sudah stagnan, ingatlah memori ini betapa berasa indahnya sehat itu. Ingat hal-hal lalu yang bisa dilakukan ketika masih sehat. Jalan-jalan. Dan kalau tubuh sudah berdiam di ranjang bersama penyakit, apa yang bisa dilakukan? Lalu sebungkal pertanyaan menari di dalam pikiran, apa yang saya cari selama ini? Sebuah jawaban yang mungkin bisa dijawab (bisa pula tak terjawab) olehku, oleh kamu, atau orang-orang saat ini sedang sakit atau terkapar tanpa daya. Khususnya untuk orang-orang yang terlalu giat bekerja sehingga lupa segala sesuatu. Seperti saya ini.

Beruntung sebelum terkapar saya sudah tersadar. (Lilih Prilian Ari Pranowo. 2008)

0 komentar:

Post a Comment