Dipecat

06 December 2010

print this page
send email
Pak Idham tergopoh-gopoh masuk ke dalam kelas. Terlambat lagi ia hari ini untuk mengajar. Dilihatnya murid-murid riuh tak memerhatikan dirinya masuk ke dalam kelas. Pak Idham memang guru senior di sini. Pengalamannya mengajar sebagai guru honorer sudah dua puluh tahun. Selama itu pula ia menunggu untuk diangkat jadi PNS.

Pengalamannya sebagai guru kawakanlah yang membuatnya berhasil menenangkan para murid yang sedang riuh itu. Kemudian, sebagai guru yang baik, ia memulai pengajarannya secara runtut yang telah dihafalnya selama dua puluh tahun ini.

* * *

Selesai mengajar Pak Idham dipanggil Bu Vera—kepala sekolah SMP Suka-Maju. Bu Vera terkenal keras, khususnya pada para guru honorer yang mangkir. Barangkali ia memang menginginkan tak ada lagi guru honorer di sekolahnya supaya tak menghabiskan bujet ABKS (Anggaran Belanja Keperluan Sekolah). “Telat lagi ya…” tutur Bu Vera.

Pak Idham hanya mengangguk pelan, kemudian tertunduk.

“Sudah saya peringatkan pada Pak Idham supaya tidak telat. Tapi… apa alasan bapak telat lagi hari ini?!”

“Maaf, Bu,” jawab Pak Idham, suaranya terdengar tercekat. “Saya harus mengantarkan makanan kecil ke warung-warung yang saya titipi...”

“Itu kan bukan tugas Bapak! Tugas Bapak adalah mengajar di sini, bukan yang lainnya! Mengerti?!” Bu Vera berusaha mengatur ritme suaranya yang terdengar meninggi. Dan tidak enak di telinga Pak Idham.

“Baik, Bu. Maaf… Lain hari tidak akan terjadi lagi.”

“Tidak ada lain hari.”

“Maksud, Bu Vera?!”

“Mulai hari ini Pak Idham dipecat!”

Bulir-bulir air keluar dari dua mata Pak Idham yang berkaca-kaca. Kerja dua puluh tahun pupus sudah. “Huff…” Pak Idham menghela napasnya, tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya. Ia pulang menjinjing tas kerja, kemeja biru muda sudah terlihat lusuh beriringan dengan raut mukanya yang kusut. (lil)

0 komentar:

Post a Comment