Showing posts with label Masa Sekolah. Show all posts
Showing posts with label Masa Sekolah. Show all posts

DIA MEMANG BODOH

22 November 2009

Waktu lulus-lulusan kelas tiga SMP, kita semua merayakan dengan bersuka cita. Murid-murid terlihat sumringah, setelah belajar-berusaha-berdoa dengan sungguh-sungguh tentunya selama sebulan penuh. Mulai dari tes pra-ebta, ebta, dan ebtanas.

Pesta perayaan di siang itu pun dimulai. Dan kami mulai coret-coretan dengan pilox. Di antara, kegembiraan kami yang berlimpah-limpah itu, aku melihat seseorang anak. Nama anak itu Ope, nama panggilan sih, nama aslinya Taufik. Dia tidak berada di gerombolan kami, melainkan menyendiri dan duduk seraya menerawang tatapan (cieile, puitis betul bahasanye).

Biar jelek-jelek dan tukang pengganggu, gue juga punya rasa solidaritas tinggi. Makanya, melihat semua itu, gue langsung menghampiri Ope yang sedang duduk termangu seorang diri.

Menyapanya gue berkata, “hai, Ope, lu nggak ikutan gabung sama kita-kita di sana?”

Ope dengan tatapan nanarnya melihatku, dan melihat arah yang ditunjukkan telunjukku. Aku duduk di sampingnya dan kemudian dia menyerahkan selembar kertas padaku. Ow, ternyata lembar nilai ebtanas. Bujuk, terkejut gue melihat rapornya. Nggak ada item-itemnya itu angka-angka. Merah semua. Gue punya perasaan buruk soal itu.

“Gue nggak lulus, Noel,” tukasnya pelan.

Gue diem aja mendengar curhatannya. Tapi tak ada air mata keluar dari pipinya. Mata merah pun tidak. “Terus lu bakal tetep sekolah di sini ya?” tanyaku sedikit bloon dengan mimik wajah yang dibuat-buat seolah-olah sedang bersedih (maklum kemampuan akting gue sedikit terasah).

“Iyaiyalah, bego lu!” hardiknya. Bujuk, biar sedih bisa juga nih anak galak.

“Orangtua lu udah tau lu nggak lulus?” tanyaku lagi.

“Belum,” jawabnya, “tapi bakalan gue beri tahu dengan gegap gempita.”

“Lho kok?”

“Iya, soalnya belakangan ini, bapak ibu kebingungan nyari duit buat gue masuk SMA.”

“Hubungannya?”

“Gue yakin mereka nggak bakal marahin gue, soalnya dengan tidak lulusnya gue maka mereka bisa menghemat biaya masuk SMA gue.”

Jawaban tolol. Langsung gue tinggal minggat ini anak geblek. Dasar oon! Mati aja luh...
Continue Reading...

PEMBALASANKU BUATMU, BU!

Meski kadang gue dikenal resek sama guru-guru di satu sekolahan dengan celoteh-celoteh konyol gue, ada aja guru yang menjajal gue.

Nah, waktu jam istirahat gue kan ketemu ibu guru Nuryanti di kantin. Ibu itu cantiknya luar biasa, atas bawah, kiri kanan, depan belakang. Kalau udah bisa kencing sambil berdiri mau deh gue sama dia (muka ngarep).

Sebetulnya agak grogi juga gue sama dia. Duduk di sebelahnya membuat hatiku srrrr.. merinding sekaligus takjub, betapa Tuhan menciptakan makhluknya demikian preposisi. Dan pas nyedot es teh, si ibu bertanya, “Hei, Noel, jawab ya pertanyaan ini. Kalau ada 5 ekor burung di jendela, terus ditembak satu, berapa yang masih tertinggal?”

Cepat aku menjawab, “Habis dong bu. Lainnya kan pada terbang…”

“Kamu memang cerdas, Noel, sayang kali ini jawabanmu salah. Yang betul masih ada 4 ekor dong. Tapi, ibu senang sama cara kamu berpikir.”

Huh, bersungut gue dengan pertanyaan jebakannya, makanya gue langsung tanya balik sama dia. “Ibu, saya juga punya pertanyaan. Kalau bisa, jawab. Kalau ada tiga orang cewek, masing-masing membawa es krim. Cewek pertama makan es krim dengan menggenggam stiknya, yang kedua makan dengan menjilatinya, dan yang ketiga makan dengan mengulumnya. Dari ketiga cewek itu mana yang sudah menikah?”

Ibu guru Nuryanti termenung sebentar. Ia melirikku beberapa kali, tapi belum memberikan jawabannya. Ketika tiba waktu bagi dia memberikan jawaban, dia berkata, “Hahahaha, pasti yang makannya dengan cara mengulumnya ya?”

Gue langsung menjawab, “Salah besar bu. Harusnya dijawab yang sudah pakai cincin kawin hehehe… Hmm, tapi saya senang mengetahui cara ibu berpikir.”

Beruntung ibu guru Nuryanti orang yang baik. Setelah kupermalukan demikian, ia membayariku semangkok bakso dan segelas es teh. Terima kasih ibu guru Nuryanti…
Continue Reading...

PENELITIAN ILMIAH

Ketika melihat pengumuman di papan pengumuman dekat kantor guru, sedang dicari murid yang ingin masuk ke LKIR (Lomba Karya Ilmiah Remaja), gue langsung cepet-cepet menemui guru pengampunya. Namanya, kalau tak salah ingat, karena kejadian itu sudah terjadi tiga belas tahun lampau, nama guru pengampu itu, Budi. Bukan Budi Anduk lho… xixixi…

“Pak, saya ingin ikut organisasi LKIR yang bapak organisir,” kataku tuntas tanpa basa-basi.

Pak Budi yang berkumis tipis itu hanya bergumam, hmm… dan memberikan tanggapannya setelah melihatku dari atas ke bawah, dari bawah ke atas. “Apa yang bisa kau lakukan, Noel?”

“Banyak pak, saya bisa berkebun, saya bisa memanjat pohon kelapa, saya bisa memukuli orang, saya bisa…”

“Stop… stop… bukan itu. Maksudku, apa yang bisa kau lakukan dalam mendukung LKIR ini?”

Gue bersungut-sungut sebentar, menatap bolak-balik, dinding, eternit, dan pak Budi berganti-gantian. Gue belum pernah sekalipun melakukan penelitian seperti yang dimaksud. Tapi, kelihatannya bakal nggak keren, kalau bilang nggak pernah melakukan sesuatu. Lantaran itu gue berkata, “pernah dong pak. Saya pernah melakukan penelitian yang belum pernah dilakukan orang lain.”

“Wow… apa itu?” tanya pak Budi tertarik dengan kata-kataku.

“Saya pernah menggabungkan dua tumbuhan menjadi satu.”

“Tumbuhan apa itu?” tanyanya semakin antusias.

“Singkong dan kelapa…” tak kalah antusias gue menyebutkannya.

“Terus menjadi apa?”

“Getuk.”

Dan jawaban itu merupakan tahapan akhir gue untuk masuk ke organisasi LKIR karena gue nggak lolos. Tak apa, masih banyak hal yang bisa gue lakukan selain hanya masuk ke LKIR.
Continue Reading...

OBAT CACING

Gara-gara guru fisika sedang ada urusan di luar sekolah dan baru kembali beberapa waktu lamanya, maka antara mata pelajaran fisika dengan biologi dituker. Pelajaran biologi dimajukan, sementara pelajaran fisika dituker ke jam selanjutnya. Tak ada masalah yang berarti sebetulnya, sebab ibu guru biologi selain muda belia, beliau juga cantik dan rupawati (bukan rupawan, karena itu menunjukkan seorang pria, dan ibu adalah seorang wanita).

Itu juga yang membuat kami perhatian dengan tiap-tiap pelajaran biologi yang beliau terangkan. Bersemangat melihat wajahnya yang cantik, aku berbisik sama Wendy, “gue mau tuh sama ibu itu.”

“Muke gile lu, Noel. Itu kan udah barang second masak mau embat juga?”

“Biarin, yang penting hot, bro,” jawabku dengan tangkas.

Kemudian kami pun mendengarkan penjelasan tentang ilmu biologi dari bibir seksi ibu Nuryanti. “Baik anak-anak, kali ini kita akan mempelajari tentang bahaya minuman keras.”

Hmm, sesuatu yang nikmat dan kerap disajikan teman-teman sekosku dengan cara yang nikmat pula… hahaha… tukasku dalam hati.

“Nanti, ibu akan berikan contoh betapa berbahayanya minuman keras bagi kesehatan kita.”
Anak-anak masih melongo, seolah tersihir dengan kata-kata Bu Nur. Mereka seperti ingin berkata, lambat-lambat saja bu, kita semua akan mendengarkan celotehmu dengan suka cita kok.

“Sebelumnya, anak-anak mendekatlah pada ibu.” Kami pun, murid-murid cowok, segera mendekat dengan gegap gempita. Hal serupa tidak dilakukan oleh murid cewek. Mereka tidak suka diri mereka tersaingi.

“Di sini, ada dua cacing anak-anak. Tiap-tiap cacing ini, akan ibu masukkan ke dua botol berbeda. Satu berisi air mineral, satu berisi minuman keras beralkohol. Lihat ya perbedaannya.”
Dimasukkanlah dua cacing tersebut ke dalam dua botol yang berbeda seperti yang ibu Nuryanti katakan. Tak butuh berlama-lama, selang semenit kemudian, ia telah meletakkan kembali ke luar dua cacing itu dengan alat penjepit.

Ditunjukkannya kepada kami efek dua zat cair itu kepada kami. “Apa yang dapat kalian perhatikan dari contoh sederhana ini?” tanyanya.

“Satu dari dua cacing mati.”

“Ya, benar. Yang mana?”

Anak-anak serempak menjawab, “yang dimasukkan ke dalam minuman keras.”

“Ya, kalian benar lagi. Kira-kira kenapa? Ada yang tahu jawabannya?” tanya ibu Nuryanti lagi.

Hmm, mereka semua menggeleng. “Ia mati karena efek dari alkohol.” Anak-anak manggut-manggut semuanya. Mereka paham. “Jadi, apa kesimpulannya?” Seluruh kelas tampak hening, tak seorang murid pun angkat bicara.

Aku mengangkat tangan kananku tinggi-tinggi, sekadar memberikan pendapatku saja. “Jadi… kalau nanti aku cacingan aku ingin minum minuman keras supaya cacing-cacing dalam perutku mati.”

Ibu guru Nuryanti langsung shock mendengar jawabanku yang “polos” ini… (nd)
Continue Reading...

TIDAK MENGERJAKAN PR

Di pagi hari yang buta, hari itu hari senen, dan hari senen ada pelajaran fisika, dan ada PR yang harus dikerjakan. Namun, waktu itu aku lupa belum mengerjakan. Kenapa aku lupa? Gara-gara aku terlalu memikirkan kejombloanku ini hingga yang ada di otakku cuma perempuan, perempuan, perempuan.

Kala sampai di dalam kelas, aku melihat kawan-kawanku yang lain sedang berkerumun di satu tempat. Ada di tempatnya Momon. Momon itu salah satu murid di kelasku yang terpandai dan jago betul sama fisika. Karena itu, aku lantas ikut-ikutan dan bertanya sama seorang temanku bego lainnya.

“Ada apa, Prol?” tanyaku kepada Saprol si cowok gundul yang suka meringis kala hatinya teriris (yaiyalah… sakit hati suruh ketawa-ketiwi)

“Noel, lu udah ngerjain PR fisika?” jawabnya sekaligus bertanya padaku.

“Fisika?” jawabku sekaligus memberikan pernyataan kalau aku belum mengerjakan.

“Waduh, cepet gih sana kerjain. Kita semua lagi pada ngerjain nih,” tukas Saprol si cowok gundul,”ntar lu dimakan sama dia lagi.” Kata “dimakan” di sini mengacu pada “diomeli”, gara-gara si kumis (julukan buat guru fisika) memang guru yang super galak betul.

Namun, dengan keengganan tingkat tinggi seraya melirik Chaty manis yang kutaksir duduk dengan anggunnya, aku menjawab, “tenang… aku udah menyiapkan seluruh jawabannya.”

* *

Tibalah saat si kumis mengajar di kelas. Baru datang saja dia sudah membentak kami, “sudah selesai belum pekerjaan rumah kalian?”

Anak-anak lain, selain aku, menjawab serempak, “sudah.”

Si kumis melihat bibirku tak seiya menjawab sudah, makanya dia langsung berjalan menghampiriku. “kau sudah mengerjakan pekerjaan rumah yang kuberikan kemarin?”

Aku menggeleng. Dan sebelum dia bertanya lebih lanjut, aku bertanya lagi padanya. “Bapak, apa kita boleh menghukum seseorang untuk sesuatu yang tidak kita kerjakan?”

Sambil mengelus-elus kumisnya yang runcing, dia menjawab, “ya, jelas tidak. Itu tidak baik dan tidak adil, nak. Seseorang bisa dihukum karena sesuatu yang telah dia kerjakan.”

Aku mengelus-elus dadaku dan bilang, “syukurlah.”

“Lho kenapa?” tanyanya kebingungan.

“Aku tidak mengerjakan PR-ku, pak,” jawabku ringan. Dan dijewernya aku untuk kemudian disuruh berdiri di sudut kelas. Semua murid, termasuk Chaty manis yang kutaksir tersenyum melihatku. Kamprettt…
Continue Reading...

Kena Eek Cair a.k.a Mencret

08 July 2007

Ini cerita udah lama banget, yah +- 15 tahun long ago-an-lah. Waktu aku masih pake celana Tarsan, eh salah denk, celana merah berbaju putih a.k.a SD. Aku punya temen baek, namanya Yuri. Yeah, semenjak Fajar pindah ke laen SD (SD Angkasa), anak2 yang tinggal seSD ma aku cuman tinggal Yuri. So pasti secara otomatis, me en Yuri jadi karib. Selalu bermain bersama2, kemana2 tak terpisahkan; maen gundu, petak umpet, kartu, catur, voli kecuali maenan titit…(lho??lho??)…hehehe.

Di suatu siang yang cerah, kita berdua (aku dan yuri) pulang bareng naik pitnya dia (duh, romantisnya…). Biasa habis belajarkelompok di t4nya Candra dan Fitri (si cewek perkasa, mengenai dia aku punya kenangan kusus, kapan2 kuceritain deh…koesploes). Dan seperti biasa, aku pulang boncengin dia (karena badannya lebih kecil dariku), di samping itu juga gara2 dia kebelet BOKER. Nah, saat aku ngegowes cepet banget dengan semangat empat sehat lima susunya (lho?), sesuai request dari Yuri.

Yuri: Ri, cepetan yah! (sambil merem melek nahan bokernya)

Aku: Oks. Ini udah ngebut niy.

Abis terjadi percakapan ini, tak berselang lama kemudian tiba2 kakiku terasa basah. Hmm, ada air netes kena kakiku, pikirku sendiri. Terus aku celinguk2, hari terlihat cerah, tak ada awan mendung (kupikir ujan). Jalanan juga gak becek (kupikir melindas becekan). Lalu Yuri bilang…

Yuri: Ri, sori gw udah boker neh…Gw mencret, mpe netes2.

(Dalam batinku) Apa?! Bullshit (pantat sapi). Jadi, air tadi adalah…???

Aku: Lo, mencret?

Yuri: (ngangguk2)…udah gampang cepetan, ntar nyuci kaki lo di rumah gw aja.

Matamu!!! Batinku, sementara lo enak2 mbonceng dengan mengeluarkan sisa pencernaan lo lewat lobang bubur, eh dubur lo. Gw, dengan nafas terengah2 genjot sepeda + dimencretin lo pula…aduh…sial nian hari itu aku.

Selang beberapa menit kemudian aku sampe di rumahnya. Dengan cepat dan sigap aku mencuci kakiku. Anjrit. Aku pulang misuh2. Yang bikin gedeg dari kejadian ini adalah nggak hanya terjadi sekali tapi 2X!!! Bedanya yang kedua kalinya, giliran aku yang diboncengin dia. Ahhhhhh…………………………

Continue Reading...